Surabaya, Gatra.com - Setelah selesai menggarap pembangunan, Pemerintah Kota Surabaya akhirnya meresmikan Jembatan Sawunggaling dan Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ).
Peresmian yang dilakukan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Menteri Sosial Tri Rismaharini mengukuhkan penggunaan jembatan yang juga disebut Jembatan Joyoboyo itu sebagai infrastruktur publik.
Sebagai informasi, jembatan ini memiliki panjang sekitar 136 meter yang menghubungkan ruas Frontage Wonokromo dengan Jalan Gunung Sari. Sedangkan untuk lebar Jembatan, mencapai sekitar 17 meter dan Lebar Badan Jalan sekitar 7 meter.
Struktur utama pada bentang di atas sungai menggunakan beton precast berupa voided slab yang terbagi dalam 3 bentang, yakni 24 meter, 18 meter dan 16 meter. Sedangkan pada bentang di atas tanah, menggunakan full slab
Fisik bangunan jembatan juga dilengkapi beberapa fitur. Antara lain, pilon jembatan dengan tinggi sekitar 20 meter dan tangga pejalan kaki untuk naik ke mezzanine.
Ada pula Big tree lamp dengan tinggi 6 meter yang dapat menyala berwarna-warni lengkap dengan running text. Kemudian, yang tidak kalah menarik adalah atraksi dancing fountain atau air mancur yang bergerak seirama dengan lagu yang diputar.
Risma mengatakan, jembatan tersebut bukan hanya sebagai infrastruktur pendukung lalu lintas di sekitar Terminal Joyoboyo dan Kebun Binatang Surabaya. Jembatan tersebut juga akan menjadi pendukung terhubungnya semua moda transportasi di Surabaya.
"Mungkin temen-temen hanya melihat (Jembatan Joyoboyo) itu hanya sebagai jembatan dan lahan parki. Tapi, ini adalah konsep penanganan masalah intermoda. Jadi keterpaduan moda di Surabaya," kata Risma kepada wartawan di Surabaya, Sabtu (5/1).
Contoh permasalahan intermoda yang dapat diatasi dengan adanya jembatan itu adalah ketika ide trem yang akan terhubung denga bus di lantai dua (TIJ). Meski ide trem tersebut belum terwujud, Risma berpendapat bahwa mobilitas warga yang berpdah dari satu transportasi ke bus di terminal, akan semakin mudah.
Selain memudahkan perpindahan mobilitas warga di sekitaran TIJ, jembatan tersebut juga berfungsi sebagai jalur alternatif. Menurutnya, jembatan tersebut mengurangi beban lalu lintas kendaraan yang menuju ke wilayah Surabaya barat.
"Jadi, jembatan ini selain untuk membantu mengakses di terminal dan tempat parkir ini, kemudian (memudahkan lalu lintas kendaraan) ke arah Surabaya barat. Sebenarnya, masih kurang karena rencana akan ada jembatan lagi. Tapi, karena pandemi, kami nggak punya uang," kata Risma.
Risma juga berharap beban parkir di TIJ dan Kebun Binatang Surabaya dapat dikurangi dengan penyediaan lahan di sekitar jembatan tersebut. Sebab, pada hari-hari libur seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, warga akan memadati lokasi wisata di Surabaya selatan tersebut.
Akibatnya, volume kendaraan yang menempati lahan parkir akan melonjak. Untuk itu, ia berharap lahan parkir di TIJ sebagai titik transportasi umum di kawasan Surabaya selatan dan Jembatan Joyoboyo, dapat dimaksimalkan untuk mengurangi lonjakan volume kendaraan yang parkir tersebut.
"Kami berharap parkir yang ada di kebun binatang, (bisa pindah) di sini. Supaya Kebun Binatang Surabaya bisa lebih luas, karena lahannya tidak terkurangi oleh parkiran. Karena, pada (hari libur) seperti Lebaran dan Tahun baru, (kendaraan yang parkir) meluber," tuturnya.
Mantan Wali Kota Surabaya dua periode tersebut juga berharap Jembatan JOyoboyo tersebut pada akhirnya akan mendorong warga Surabaya yang beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Dengan begitu, TIJ akan berfungsi maksimal sebagai infrastruktur transportasi intermoda.