Home Hukum May Day, Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan Dideklarasikan

May Day, Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan Dideklarasikan

Slawi, Gatra.com - Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan dideklarasikan di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah bertepatan dengan Hari Buruh Internasional (May Day), Sabtu (1/5). Pembentukan serikat buruh ini menjadi upaya untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan awak kapal Indonesia yang rentan terhadap praktik kerja paksa dan perdagangan orang.

Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan dideklarasikan oleh Organisasi Pusat Informasi dan Layanan Awak Kapal Perikanan (PILAKP) Tegal dan didorong oleh SAFE Seas Project, sebuah proyek perlindungan awak kapal perikanan yang dikelola oleh Plan International dan sedang dilaksanakan di Indonesia dan Filipina.

Direktur SAFE Seas Project Nono Sumarsono mengatakan, pembentukan Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan adalah penegasan bahwa awak kapal perikanan merupakan bagian dari pemangku kepentingan yang memiliki peran strategis untuk memperjuangkan perlindungan dan kesejahteraan bagi mereka.

“Yayasan Plan International Indonesia atau Plan Indonesia melalui SAFE Seas Project sangat mendukung, bahkan mendorong lahirnya serikat buruh ini agar ke depannya kita bisa duduk bersama secara egaliter dalam perjuangan untuk melindungi dan menyejahterakan awak kapal perikanan Indonesia,” kata Nono usai deklarasi yang digelar di Ndalem Benawa, Kabupaten Tegal.

Nono menyebut jumlah awak kapal perikanan di Indonesia, termasuk nelayan buruh diperkirakan mencapai dua juta orang. Jumlah yang besar ini memerlukan adanya serikat buruh yang independen seperti yang dibentuk PILAKP Tegal untuk memperjuangkan perlindungan dan kesejahteraan.

“PILAKP adalah mitra strategis kami dalam SAFE Seas Project, dan kami akan memfasiitasi agar kawan-kawan dapat bergabung menjadi bagian dari Tim Nasional Perlindungan AKP dan Forum Daerah Jawa Tengah dalam rangka berjuang bersama untuk perlindungan dan peningkatan kesejahteraan AKP Indonesia,” ujar Nono.

Di Jawa Tengah, kata Nono, diperkirakan terdapat 70 persen awak kapal perikanan yang belum memiliki kontrak kerja tertulis di atas hitam putih. Hal ini menjadikan mereka bekerja tanpa perlindungan dan sangat rentan mengalami eksploitasi ketenagakerjaan

"Tentunya, hal ini akan menjadi tantangan besar bagi PILAKP untuk memperjuangkan kontrak kerja dan upah yang layak bagi awak kapal perikanan," tandasnya.

Ketua PILAKP Tegal Wanardi mengatakan, Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan dibentuk untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan awak kapal perikanan di Indonesia. Kelahiran serikat buruh ini juga untuk menguatkan pencegahan tindak pidana praktik eksploitasi kerja paksa dan perdagangan orang atau forced labor and trafficking in person (FL/TIP) terhadap awak kapal perikanan asal Indonesia yang masih terus terjadi.

“Ini momentumnya sangat tepat, yaitu Hari Buruh Internasional. Kami mendirikan serikat buruh ini karena kami sangat membutuhkan perlindungan dan kami ini bagian dari nelayan Indonesia yang memiliki hak untuk hidup sejahtera dari samudera Indonesia,” ujarnya.

Mengutip data dari Fishers Center yang dikelola oleh SAFE Seas Project per Maret 2020, Warnadi mengungkapkan terdapat 44 kasus praktik kerja paksa dan perdanganan orang yang dilaporkan, di antaranya kasus gaji tidak dibayar, kecelakaan kerja, permohonan untuk dipulangkan ke Indonesia, dan tidak dicover asuransi.

"Kami melihat masih ada kelemahan pada sistem perlindungan bagi AKP Indonesia, yaitu terkait regulasi dan kewenangan kementerian lembaga serta pemerintah daerah yang tumpang tindih,” ujarnya.

Menurut Warnadi, dengan adanya serikat buruh, awak kapal perikanan mempunyai wadah untuk mengadukan persoalan yang dialami saat bekerja dan memperjuangkan kesejahteraan.

"Selama ini kami awak kapal tidak pernah ada upah yang layak, tidak ada bagi hasil, dan harus menanggung biaya perbekalan yang seharusnya itu menjadi tanggungjawab pemilik kapal. Padahal risiko kerja awak kapal perikanan itu tinggi," ujar Warnadi.

Warnadi mengatakan, setelah terbentuk, Serikat Buruh Awak Kapal Perikanan Indonesia akan berkonsolidasi dengan berbagai elemen masyarakat lain agar dapat mengambil bagian dalam penentuan kebijakan untuk melindungi dan menyejahterakan awak kapal perikanan secara khusus, dan nelayan Indonesia secara umum.

“Kami sangat mengharapkan dukungan dari SAFE Seas Project agar kami dapat menjadi bagian dari penentu kebijakan untuk diri kami sendiri,” imbuhnya.

1160