Jakarta, Gatra.com – Anggota Komisi III DPR RI, Santoso, meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menindak tegas jika ada bawahannya yang tidak profesional dalam menangani kasus dugaan mafia tanah di Jawa Tengah (Jateng).
Legislator dari Fraksi Partai Demokrat tersebut menyampaikan permintaan tersebut setelah menerima keluh kesah 15 orang yang mengaku menjadi korban mafia tanah inisial AH di Jakarta pada Jumat (30/4).
Menurutnya, berdasarkan pengakuan para korban bahwa mereka telah melaporkan kasus dugaan penipuan dengan modus jual-beli tanah di beberapa daerah, di antaranya Salatiga, Brebes, Kudus, dan Semarang, Jawa Tengah hingga Yogyakarta yang ditaksir merugikan korban Rp95 miliar tersebut kepada pihak berwajib, di antaranya ke Polda Jateng.
Berdasarkan pengakuan korban, lanjut Santoso, AH diduga bersalah tetapi sampai saat ini pihak kepolisian masih belum menyentuhnya. "Tapi ia [AH] tidak terjerat. Harapan saya agar aparat kepolisian [jangan] bermain-main terhadap hukum yang seharusnya," kata dia.
Bahkan Santoso mengaku heran karena pihak kepolisian malah menetapkan salah satu korban yang melaporkan kasus ini sebagai tersangka. "Malah pelapor yang dikriminalisasi. Saya berharap agar Kapolri bertindak tegas terhadap penyimpangan oleh anak buahnya."
Ia pun menyampaikan akan berupaya membawa kasus ini ke dalam rapat dengar pendapat dengan Kapolri. "Jika tak ada jadwal, kita akan sampaikan langsung kepada Kapolri agar pengaduan dan laporan masyarakat ini dapat ditindaklanjuti demi mewujudkan keadilan," ucapnya.
Sebelumnya, sebanyak 15 orang menyampaikan, menjadi korban tindak penipuan mafia tanah inisial AH hingga mengalami kerugian sekitar Rp95 miliar. Pria asal Semarang, Jateng, itu menggunakan modus berpura-pura ingin membeli tanah para korbannya.
Kuasa hukum para korban, Lukmanul Hakim, mengatakan, sejumlah kasus penipuan yang menipa kliennya mulai terjadi pada tahun 2016 lalu. Dalam menjalakan aksinya, AH memberikan uang muka atau down payment (DP), namun tak kunjung melunasi sisanya.
Alih-alih melunasi, AH malah mengubah status kepemilikan tanah para korban menjadi miliknya melalui sertifikat yang sudah dipegangnya. Dia mendapatkan sertifikat asli dengan berbagai cara, di antaranya meminta sertifikat asli dengan alasan untuk dilakukan pengecekan keabsahannya.
"Ada yang disuruh tanda tangan di kertas kosong, Akta Kuasa menjual yang tanda tangan pihak penjualnya dipalsukan, hampir semua dijanjikan akan dilunasi setelah kredit cair. Akan tetapi sampai dengan saat ini belum dilunasi," kata Lukman.
Menurutnya, dalam melancarkan aksi tersebut AH dibantu oleh seorang notaris paruh waktu (freelance) inisial NR serta seorang anak buah inisial ES. Sertifikat itu kemudian diagunakan ke bank untuk mendapat pinjaman atas nama perusahaan AH.
"Saat ini semua kreditnya macet, sehingga tanah [klien] kami sudah masuk dilelang, sedangkan semua perusahaan yang digunakan untuk mengajukan kredit sudah dipailitkan," ujarnya.
Para korban sudah melaporkan kasus penipuan ini kepada pihak berwajib. Namun mereka mengaku tidak puas, karena kepolisian tidak kunjung menangkap AH.
"Kami sudah melaporkan kasus kami ini di Polda Jateng, Krimsus Semarang, dan di Polrestabes Semarang. Akan tetapi laporan kami ada yang diberhentikan karena kurang bukti," katanya.
Lukman menyebutkan, ada juga yang telah masuk ke penyidikan, namun tersangkanya malah pihak lain, bukan AH. "Bahkan ada dari kami yang dikriminalisasi dan dilaporkan oleh AH sampai menjadi tersangka," ujar Lukman.
Sementara itu, anak miliader asal Semarang yang juga pengusaha, Agus Hartono, membantah tuduhan beberapa oknum yang menyebutnya sebagai mafia tanah, yakni melakukan penipuan dalam jual beli tanah di beberapa daerah dengan nilai mencapai Rp95 miliar.
Agus Hartono menyampaikan bantahan tersebut melalui kuasa hukumnya, M. Dias Saktiawan. Menurutnya, tuduhan tersebut merupakan fitnah keji yang tidak berdasar serta merugikan nama baik kliennnya.
“Faktanya beberapa oknum yang mengaku korban ternyata merupakan mafia tanah yang saat ini sudah ditetapkan tersangka oleh polisi dan beberapa di antaranya menjadi terlapor atas tindak pidana lain,” katanya kepada wartawan di Semarang, Sabtu (1/5).
Lebih lanjut Dias menyatakan, mengapresiasi kinerja Satgas Antimafia tanah polisi yang saat ini telah berhasil mengungkap oknum-oknum yang terlibat pada kasus dugaan mafia tanah.
Upaya penanganan yang dilakukan pihak kepolisian ini merupakan jawaban atas klaim kriminalisasi terhadap para korban. “Polisi tentunya tak akan menetapkan seseorang sebagai tersangka tindak pidana tanpa alat bukti yang kuat,” ujarnya.
Dia menyebutkan. oknum yang mengaku korban bernisial WD telah ditetapkan Polrestabes Semarang sebagai tersangka atas tindak pidana mafia tanah dalam proses jual beli tanah.
“Dari penetapan tersangka WD oleh Polrestabes Semarang ini, bisa disimpulkan siapa sebenarnya yang mafia tanah. Karena klien kami selalu menyelesaikan seluruh kewajibannya sesuai akta otentik,” katanya.
Dias menambahkan, dalam pemeriksaan di penyidik seluruh tanah tersebut dibeli Agus Hartono dengan tunai dan menggunakan akta otentik semua di hadapan notaris.
“Pernyataan Lukmanul Hakim atas kriminalisasi terhadap klien kami sangat mendiskreditkan para penyidik kepolisian yang telah bekerja secara profesional dan akuntabel. Klien kami akan menempuh upaya hukum, baik pidana maupun perdata kepada seluruh pihak yang melakukan fitnah dan melakukan pencemaran nama baik,” ujarnya.