Jakarta, Gatra.com – Ermelina Singereta, kuasa hukum anak korban kekerasan seksual di Panti Asuhan Bejana Rohani, Depok, meminta penyidik Polrestro Depok agar menjerat pelaku dengan pasal pemberatan.
"Kami berharap bahwa sangat baik jika kepolisian menggunakan pasal dan ayat pemberatan terhadap pelaku sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak," ujarnya pada Kamis (29/4).
Menurutnya, pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatan kejinya secara hukum. Terlebih, dampak dari perbuatan tersebut membuat anak-anak mengalami trauma.
"Pelaku memanfaatkan posisinya sebagai pengasuh untuk melakukan kekerasan seksual terhadap anak asuhnya," kata Emerlina.
Perempuan yang juga merupakan advokat publik ini menyampaikan, penanganan kasus ini mulai ada kemajuan. Polrestro Depok telah meningkatkan perkara ini ke penyidikan pada akhir Maret 2021.
Penyidik dari Unit PPA Polres Metro Depok menetapkan Lukas Lucky Ngalngola alias Angelo sebagai tersangka. Penyidik juga telah mengirimkan berkas perkara kepada Kejaksaan Negeri Depok pada 22 April 2021. Peningkatan status perkara dan penetapan tersangka juga tidak lepas dari desakan publik terhadap pihak kepolisian.
Desakan itu mulai mengalir karena sebelumnya penanganan kasus ini tidak mengalami perkembangan. Emerlina menyampaikan bahwa jaringan masyarakat sipil dan pendamping hukum korban memberikan apresiasi kepada Polres Metro Depok yang telah menindaklajuti kasus ini dan juga khusus kepada Polda Metro Jaya yang langsung melakukan asistensi khusus dalam perkara tersebut.
"Dukungan ini juga akan dilakukan di Kejaksaan dan pengadilan nantinya," ujar Emerlina.
Judianto Simanjuntak, kuasa hukum korban menyatakan, meskipun penanganan kasus ini sudah ada kemajuan dan perkembangan dengan dikirimnya berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Depok, akan tetapi tetap membutuhkan pengawasan dan pengawalan dari Kepala Kepolisian Daerah (Polda ) Metro Jaya.
Pasalnya, ungkap dia, awalnya penanganan kasus ini terkesan berjalan lambat dan sempat tidak berjalan atau mengalami kemandekan di Polrestro Depok, Jawa Barat (Jabar).
Karena itu, Anto, begitu Judianto Simanjuntak disapa, menyatakan dukungan publik untuk penuntasan kasus ini diserahkan kepada Kepala Kepolian Daerah (Kapolda) Metro Jaya.
"Tujuannya adalah mengharapkan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya turun tangan melakukan upaya untuk penuntasan kasus ini sebagaimana harapan publik [masyarakat dan lembaga masyarakat sipil]," kataya.
Anto mengharapkan, Kapolda Metro Jaya agar mengawal dan memantau penanganan kasus ini sampai tuntas dan memberikan arahan dan perintah kepada Kapolres Metro Depok dan Kepala Unit PPA Polres Metro Depok agar menuntaskan penanganan kasus ini secara baik dan benar sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, menurut Judianto bahwa penyerahan dukungan publik ini kepada Kapolda Metro Jaya supaya Kapolda Metro Jaya memastikan penyidik Polres Metro Depok menuntaskan penanganan kasus ini.
Sebab, kata Anto, jika kasus ini tidak tuntas ditangani Polres Depok, maka hal ini bukan hanya merupakan pelanggaran terhadap fungsi dan tugas pokok kepoIisian dalam melakukan penegakan hukum sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, akan tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak asasi korban dan pelapor.
"Yaitu hak atas keadilan, kepastian hukum, dan persamaan hak atas hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999," ujarnya.
Nancy Sunarno dari Kelompok Perempuan Katolik Pegiat HAM dan Kemanusiaan, menegaskan bahwa penuntasan kasus ini sangat penting, bukan untuk balas dendam kepada pelaku, tetapi demi menimbulkan efek jera bagi pelaku agar tidak melakukan tindakan yang sama.
"Sebab sampai saat ini, pelaku masih mengelola panti asuhan yang sangat banyak anak asuhnya juga untuk memberikan efek jera kepada orang lain untuk tidak melakukan kejahatan seksual kepada siapapun," ujarnya.