Home Politik Koalisi Masyarakat Desak Hapus Broker Alutsista

Koalisi Masyarakat Desak Hapus Broker Alutsista

Jakarta, Gatra.com – Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah menghapus pihak ketiga (broker) dalam perngaadaan alutsista.

Koalisi dalam pernyataan sikap yang diterima Gatra.com pada Selasa malam (27/4), menilai bahwa keberadaan broker ini memiliki risiko masalah yang tinggi pada kesiapan alutsista.

"Sudah seharusnya pengadaan alutsista dilakukan dengan mekanisme government to government," kata koalisi tersebut.

Selanjutnya, modernisasi alutsista merupakan kenicayaan demi menekan potensi kecelakaan alutsista TNI. "Memperkuat alutsista dengan memprioritaskan pembelian alutsista baru, bukan bekas," ujarnya.

Koalisi menilai bahwa pengadaan alutsista sebagai bagian dari upaya modernisasi dan penguatan pertahanan Indonesia memang sangat penting dan diperlukan.

Meski demikian, upaya tersebut harus dijalankan secara transparan dan akuntabel. Dalam praktiknya, beberapa kasus pengadaan alutsista selama ini bukan hanya menyimpang dari kebijakan pembangunan postur pertahanan, tetapi juga sarat dengan dugaan terjadinya korupsi.

Dalam sejumlah pengadaan, misalnya, beberapa alutsista yang dibeli berada di bawah standar dan kadangkala tidak sesuai dengan kebutuhan. Pembelian alutsista bekas juga menjadi persoalan karena memiliki potensi bermasalah yang lebih besar.

"Tidak hanya akan membebani anggaran untuk perawatan, tetapi juga akan berisiko terjadi kecelakaan yang mengancam keselamatan dan keamanan prajurit," katanya.

Menurut koalisi, penggunaan alutsista bekas dan alutsista tua telah menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya beberapa kecelakaan. Kondisi alutsista yang berada di bawah standar kesiapan akan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan.

Selain itu, kendati ketentuan tentang pengadaan alutsista telah mensyaratkan untuk tidak melibatkan pihak ketiga (broker) melainkan langsung dilakukan dalam mekanisme government to government atau ke produsen alutsista langsung, dalam kenyataannya sejumlah pengadaan kerap diwarnai keterlibatan pihak ketiga.

Dalam beberapa kasus, keterlibatan mereka kadangkala berimplikasi terhadap dugaan terjadinya mark-up (korupsi) di dalam pengadaan alutsista yang merugikan keuangan negara.

Persoalan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan memang menjadi persoalan yang serius. Ketiadaan peran dan kewenangan lembaga independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang turut memonitor dan mengawasi persoalan pengadaan alutsista, membuat proses pengadaannya di Kementerian Pertahanan rawan terhadap terjadinya penyimpangan atau korupsi.

Alhasil, transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista menjadi bermasalah. Padahal, anggaran belanja negara (APBN) untuk pengadaan alutsista di Indonesia menggunakan dana yang sangat besar.

"Kami mendesak dalam upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista," katanya.

Pemerintah juga harus mendorong peran lembaga-lembaga pengawas independen, seperti KPK untuk melakukan pengawasan dan menginvestigasi penggunaan anggaran pertahanan, atau lebih khususnya dalam pengadaan alutsista. KPK bisa terlibat dalam pengawasan dan penyelidikan dugaan penyimpangan pengadaan alutsista dengan dasar asas lex specialis derogat lex generalis.

Modernisasi alutista merupakan sebuah kebutuhan, namun penguatan alutsista itu harus berjalan secara transparan dan akuntabel. Untuk tujuan itu, maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah segera melakukan reformasi peradilan militer dengan merevisi UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Dengan langkah itu, kata dia, kepastian akan transparansi dan akuntabilitas dalam memodernisasi alutsista bisa benar-benar terwujud. Tanpa adanya reformasi peradilan militer, modernisasi alutsista akan selalu dibayang-bayangi dugaan praktik korupsi.

"Kami mendesak agar Kementerian Pertahanan dan TNI untuk fokus dalam melakukan perencanaan pertahanan," ujarnya.

Dua hal penting yang perlu dilakukan adalah memodernisasi alutsista dan meningkatkan profesionalisme prajurit dengan memenuhi kesejahteran prajurit (well paid), peningkatan pelatihan (well train), perbaikan pendidikan (well educated), dan penguatan alutsista (well equipped).

"Kami mendesak agar seluruh program di Kementerian Pertahanan yang tidak memperkuat komponen utamanya sepantasnya ditiadakan," katanya.

Menurutnya, seperti rencana pembentukan komponen cadangan, pelibatan militer dalam program cetak sawah dan program-program lainnya yang tidak relevan dengan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara.

"Sudah saatnya TNI dan Kementerian Pertahanan fokus untuk memperkuat komponen utamanya sebagai alat pertahanan negara," katanya.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan ini terdiri dari Centra Initiative, Imparsial, Elsam, LBH Pers, ICW, LBHM, LBH Jakarta, KontraS, ICJR, PILNET Indonesia, HRWG, Walhi Eknas, PBHI Amnesty Internasional Indonesia, Public Virtue, dan SETARA Institute.

348