Jakarta, Gatra.com - Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Adib Khumaidi, SpOT, mengatakan pokok permasalahan terkait pandemi COVID-19 di Tanah Air masih tetap sama.
Adib membeberkan 4 pokok permasalahan tersebut dalam suatu diskusi virtual bertema Rekomendasi Protokol Tata Ruang dan Adaptasi Kehidupan Baru, yang diadakan lewat Zoom dan disiarkan langsung via kanal YouTube Tim Mitigasi PB IDI pada Selasa, (27/4).
Probelem-problem itu adalah belum kuat dan sinergisnya regulasi, ketidaksiapan sistem kesehatan baik di bidang profesi kesehatan, kedokteran dengan pemerintah juga. "Maka, kita saat ini sudah sangat belajar dari pandemi ini, perlahan saya lihat sinyal positif yang disampaikan oleh pemerintah, terutama Kementrian Kesehatan untuk kemudian mulai memperbaiki terkait dengan sistem kesehatan nasional ini," tutur Adib.
"Dan kami selalu berkoordinasi berkaitan dengan hal ini, sehingga masukan-masukan dari kami pun bisa menjadi satu rujukan kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Baik kami dari profesi kedokteran, profesi kesehatan, ahli-ahli epidemologi juga saat ini juga banyak sekali masukannya yang kemudian menjadi satu referensi untuk kebijakan-kebijakan Indonesia di dalam menghadapi pandemi Covid ini," tambahnya.
Selain itu, pokok permasalahan ketiga yakni ketergantungan industri dan teknologi kesehatan terhadap luar negeri. Kata Adib, yang terpenting saat ini dengan kondisi sekarang yakni terkait dengan kondisi psikologi masyarakat, ketidaksiapan, kurangnya kesadaran dan ketidakpatuhan (pokok permasalahan keempat) saat ini perlu menjadi perhatian.
Ia menerangkan, kini kepatuhan terhadap protokol kesehatan cenderung mulai turun karena aktivitas ekonomi dan mungkin adanya euphoria yang dianggap pandemi telah usai.
"Padahal kita tahu saat ini di dunia, di global, bahkan di India yang kemudian perlu menjadi perhatian, jangan sampe nanti kita juga bisa terjadi [di Indonesia], apalagi ini kita menghadapi lebaran, jangan sampe nanti pascalebaran menjadi satu kondisi yang akan terjadi seperti halnya pada saat kita di bulan Desember dan Januari," ujar Adib.
Di samping itu, ia menyebut masalah penanganan COVID-19 di Indonesia, memang lemah respon di awal dan tampak banyak sekali sengkarut dalam koordinasinya, namun sudah mulai ada perbaikan. Kemudian yang kedua, penegakan hukum yang belum optimal. Ada pun partisipasi warga masyarakat yang rendah (masalah ketiga penanganan COVID-19 di Indonesia). Dan yang terakhir, massifnya perkembangan berita hoax terkait virus corona di tengah masyarakat.
Walau begitu, Adib menilai kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya saat Flattening the Curve atau pelandaian kurva di tengah pandemi cukup memberikan dampak, hingga membuat kasus virus corona menurun. Di mana kebijakan itu dimulai dari April 2020-Januari 2021, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), isolasi mikro kecil, Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM), sampai yang terakhir adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Namun, ujar Adib, semua tetap harus antisipasi kemungkinan-kemungkinan naiknya kasus virus tersebut, apalagi dengan adanya liburan, mudik, ataupun dengan kebijakan terkait dengan lebaran. "Ini saya kira tetep menjadi satu perhatian buat kita gitu," katanya.
Adib juga menerangkan, beberapa referensi yang disampaikan oleh para ahli epidemolog, yakni 90% responden dalam satu jurnal Nature menyebutkan bahwa pergerakan COVID-19 ini akan menjadi endemik. "Dan ini tentunya menjadi satu perhatian ya dalam referensi-referensi, dalam kasus-kasus yang sebelumnya juga itu kecenderungan-kecenderungan untuk kemudian menjadi endemik, kemudian menjadi satu proses di satu wilayah, itu juga bisa terjadi. Maka ini tetep menjadi satu upaya yang harus kita antisipasi," tandas Ketua Tim Mitigasi PB IDI itu.