Karanganyar, Gatra.com - Berbagai pekerjaan kasar yang umumnya dilakoni kaum pria, rela dikerjakan 10 wanita asal Kabupaten karanganyar ini. Satu diantaranya Sri Tukini, perempuan usia 69 tahun asal Desa Jati, Jaten, Karanganyar, yang menjadi buruh bangunan.
Atas kegigihannya, Sri menerima penghargaan dari Gerakan Aspirasi Muda Lawu (Gardal), sebuah organisasi yang mengedepankan kemandirian kaum marginal. Sri diundang muntuk menerima paket sembako dan uang saku. Dari 10 perempuan penerimanya, Sri berusia paling tua.
“Enggak sekuat dulu angkat-angkat. Tapi masih bisa kerja ikut anak saya. Diupah Rp60 ribu-Rp65 ribu per hari. Kerjanya melayani tukang bangunan lain seperti membuatkan minuman sampai mengaduk semen,” kata Sri.
Ia bersikeras bekerja untuk mencukupi kebutuhan pribadinya. Sri enggan menggantungkan itu ke anak, menantu maupun cucunya. Pekerjaan inilah yang membuatnya bertahan dan membesarkan buah hatinya selama puluhan tahun. Namun saat Ramadan, pekerjaan berat itu ditinggalkannya sejenak. Kini, ia memilih berdagang makanan ringan.
Sedangkan bagi Ngatmi (44) warga Wonolopo, Tasikmadu, bekerja serabutan lakoninya demi mencukupi kebutuhan keluarga. Ia ikut kemanapun suaminya pergi ke proyek bangunan. Di sana, ia juga melakukan hal selayaknya kuli pria seperti mengangkut batu, mengaduk pasir, menata bata dan sebagainya.
“Anak dua. Satu putus sekolah sejak SMP dan satu lagi mau masuk SMP. Anak sulung juga ikut jadi kuli bangunan,” tuturnya.
Jika saja modalnya cukup, pekerjaan melelahkan dan berisiko ini pasti ditinggalkannya. Meski semangatnya masih membara, namun tubuhnya tak sekuat dulu.
“Mau dagang enggak punya modal. Jadi kuli akhirnya. Ikut mandor. Gajian sepekan sekali langsung habis. Perhari diupah Rp60 ribu-Rp65 ribu,” katanya.
Kerap ia terluka saat bekerja. Namun tak pernah dikeluhkannya. “Kalau sudah sembuh kerja lagi. Dulu terpeleset sampai keseleo,” katanya.
Komandan Gardal Karanganyar Ananda Novel mengatakan potret perempuan tangguh melecut semangatnya menjaring lebih banyak kaum marginal, terutama perempuan, untuk memperbaiki perekonomiannya. Di bengkel kerjanya, para mentor siap mendampingi belajar menjahit, bikin kue, salon, dan sebagainya.
“Jangan lagi ada perempuan-perempuan bekerja kasar. Ayo tetap semangat dengan membuka lapangan usaha lain. Para Kartini ini tulang punggung keluarganya yang berhak mendapat masa depan lebih baik,” katanya.