Singapura, Gatra.com - Singapura kembali mengkarantina sekitar 1.200 pekerja migran dari asrama setelah adanya laporan kasus virus korona ditemukan di antara pria yang diduga telah pulih dari infeksi
Pernyataan tersebut diungkapkan seorang pejabat, kepada AFP, Jumat (23/4).
Asrama besar yang menampung sebagian besar pekerja dari Asia Selatan itu berada di pusat wabah awal Singapura tahun lalu, yang sebagian besar kasus berada di kompleks mandiri.
Wabah di negara itu sebagian besar telah dikendalikan dan hanya beberapa infeksi yang terdeteksi setiap hari, namun penemuan kasus baru di antara pekerja asing itu kembali memicu kekhawatiran bahwa asrama dapat diserang Covid-19.
Awal pekan ini, kasus virus ditemukan di Asrama Westlite Woodlands pada seorang pekerja, meski telah menerima kedua dosis vaksin COVID-19.
“Pihak berwenang melakukan tes lebih lanjut di lokasi tersebut dan 17 pekerja lainnya, yang diperkirakan telah pulih dari infeksi sebelumnya, dan telah dites positif Covid-19,” kata pejabat kesehatan setempat.
"Untuk mencegah dan menahan kemungkinan penyebaran infeksi di asrama, kami memberlakukan perintah karantina pada pekerja di blok yang terkena dampak," kata menteri Tan See Leng di kantor perdana menteri, pada Kamis malam.
Para pejabat sedang menyelidiki apakah para pekerja itu terinfeksi kembali, atau apakah mereka masih menularkan virus dari infeksi sebelumnya.
Singapura bulan lalu mulai memvaksinasi pekerja asing, yang melakukan pekerjaan yang bergaji rendah di industri, mulai dari konstruksi hingga pemeliharaan.
Puluhan ribu migran ditempatkan di karantina di asrama mereka tahun lalu selama awal wabah. Meskipun pembatasan telah dilonggarkan, mereka kebanyakan hanya diizinkan keluar dari akomodasi mereka untuk bekerja.
Pihak berwenang Singapura tidak siap ketika virus menghantam asrama yang penuh sesak, sehingga menimbulkan pertanyaan tidak nyaman tentang bagaimana negara yang makmur itu memperlakukan tenaga kerja migrannya.
Negara berpenduduk 5,7 juta itu telah lolos dari pandemi yang relatif ringan, dan telah melaporkan lebih dari 60.000 kasus dan 30 kematian.