Jakarta, Gatra.com – Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan kemenangan pasangan nomor urut 2 Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly Orient Patriot Riwu Kore serta mendiskualifikasi mereka dalam Pilkada Kabupaten Sabu Rajua.
Adhitya Nasution, kuasa hukum pemohon dari pasangan calon nomor urut 01, Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale, pada Kamis (21/4), mengatakan, sempat berubah pikiran setelah melihat fakta-fakta menarik dari perkara yang bergulir di MK tersebut.
Ia mengungkapkan, awalnya sempat menolak menangani perkara yang diajukan kliennya karena sudah lewat batas waktu. "Seingat saya, rekan saya menghubungi saya setelah beberapa kasus di MK sudah diputusan sela. Setelah saya pelajari, kasusnya ternyata menarik untuk didalami," ungkapnya.
Atas dasar itu, Adhitya pun kemudian memutuskan menerima permintaan untuk menangai sengketa Pilkada Sabu Rajua dan menjadi kuasa hukum Paslon 01, Nikodemus-Johanis.
Adapun hal yang paling mencolok yang menjadi pijakannya menjadi kuasa hukum kliennya, yakni soal kelalaian KPU dalam memverifikasi Paslon yang memiliki kewarganegaraan asing, yakni Amerika Serikat (AS). Ini sangat fatal karena dampaknya sangat luas terhadap hak yang diberikan pemilih dalam Pilkada Sabu Raijua.
"Sampai dengan proses pemilihan, hal tersebut tidak pernah terungkap. Tentu ini sangat berbeda dari perkara Pilkada yang telah lalu. Biasanya saya hanya menangani perkara dengan kasus adanya politik uang, mobilisasi PNS, dan lain sebagainya," ungkapnya.
Perkara Pilkada Sabu Raijua, lanjut Adhitya, sangat berbeda dengan sengketa Pilklada Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, yang ditangani sebelumnya. Ia mewakili Spei Bidana-Piter Kalakmabin selaku pemenang Pilkada yang digugat oleh pasangan petahana (incumbent).
"Waktu itu menarik juga karena dengan persentase kemenangan kita yang 70% melawan 30%. Pihak incumbent tetap mengajukan gugatan di MK, namun hasilnya dalam putusan sela dinyatakan gugatan atau permohonan tersebut tidak dikabulkan," ujarnya.
Alasan lainnya, Adhitya lebih terbiasa menangani kasus korupsi, di antaranya menjadi kuasa hukum mantan anggota DPRD DKI Jakarta, Muhamad Sanusi, ketika mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Awalnya, terdakwa Sanusi divonis 10 tahun bui. Lantas, majelis hakim hakim mengabulkan PK dan mengurangi vonis, yakni menjadi 7 tahun penjara. "Memang kasus Tipikor [tindak pidana korupsi] paling sering saya tangani," ucapnya.
Adhitya mengawali karier sebagai Associate Lawyer pada salah satu lawfirm di Jakarta Pusat tahun 2013. Ketika itu, ia lebih sering ditunjuk sebagai PIC untuk beberapa corporate lawyer oleh atasannya. Lalu pada tahun 2016, Adhitya memutuskan berdikari dengan membuka kantor sendiri.
"Lebih banyak mengarahkan minat beracara di persidangan, terutama tindak pidana khusus. Meskipun dari beberapa case perdata juga ada," ucapnya.
Dia beralasan, motivasinya menjadi lawyer karena sesuai dengan passion-nya yang suka dengan hal-hal baru dan tak kaku. Terlebih jika melihat senior-seniornya di bidang hukum yang sudah malang melintang di dunia lawyer.
"Hal itu semakin memotivasi saya untuk lebih baik lagi dalam pelayanan hukum yang saya berikan," katanya.