Jakarta, Gatra.com- Lembaga Sensor Film (LSF) tak ingin lagi dilabeli hanya sekedar "Tukang Potong" film. Oleh karenanya, Lembaga yang berada di Bawah Kemendikbud teraebut saat ini tengah gencar menyuarakan sensor mandiri terhadap masyarakat luas.
Dijelaskan oleh Ketua LSF, Rommy Fibri Hardianto, yang dimaksud dengan sensor mandiri itu adalah sebuah gerakan penumbuhan budaya dalam masyarakat yang mampu memilah tontonan sesuai dengan kategori usia. Kemampuan sensor mandiri ini menjadi penting. Utamanya bagi orang tua yang mengawasi tontonan anak-anaknya.
"Kita kan mungkin tidak bisa mengawasi anak kita, keponakan kita, kalau sudah di dalam kamar dengan gedget mereka. Akan lebih baik diberikan pemahaman, literasi kalau nonton itu harus sesuai kualifikasi usia. Karena orang memberikan Klasifikasi tidak sembarangan dan itu menjadi acuan," kata Rommy saat bincang bersama media di Jakarta, Rabu (20/4).
Pendorongan budaya sensor mandiri ini, juga diakui Rommy akan mempermudah para orang tua dalam melakukan pengawasan terhadap konten tontonan anak.
"Jangan salah, sensor mandiri disini bukan orang-orang melakukan sensor masing-masing. Tapi lebih pada literasi menonton. Jadi, ini kemampuan masyarakat memilih dan memilah tontonan sesuai usia," tutur Rommy
Untuk menggencarkan budaya sensor mandiri, Rommy menyebut pihaknya sudah menggandeng beberapa perguruan tinggi guna mendukung sosialisasi sensor mandiri menjadi gerakan nasional.
"Kami juga menggaet perguruan tinghi dalam hal sosialisasi. Hal ini diharapkan akan mendukung sosialisasi sensor mandiri menjadi gerakan nasional, pungkasnya.