Banyumas, Gatra.com – Pakar Pendidikan Kebencanaan dari Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Dr. Tuswadi, menyatakan bahwa di Jawa Tengah (Jateng), terdapat tujuh sesar atau patahan aktif di daratan, yakni Sesar Baribis-Kendheng, Ungaran 1, Ungaran 2, Pati/Lasem, Muria, Ajibarang, dan merapi-Merbabu yang mengancam setiap saat.
Belum lagi di selatan Jawa terdapat zona Megathrust yang berpotensi memicu gempa besar hingga membangkitkan tsunami. Hal ini menyebabkan Jateng menjadi salah satu wilayah rawan gempa bumi dan tsunami, terutama di wilayah pesisir.
Sayangnya, kata dia, pemahaman masyarakat tentang kebencanaan, khususnya gempa bumi, sepertinya masih perlu ditingkatkan. Rendahnya wawasan masyarakat, khususnya siswa tentang kebencanaan, paling tidak tampak dari hasil survei sederhana yang dilakukannya di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara.
Dari 72 responden siswa, sebagian besar atau 60 di antaranya mengaku tidak mengetahui ada 7 sesar aktif di daratan Jateng. Kebanyakan siswa, atau 55 dari 72 responden itu bahkan mengaku tidak pernah mendengar istilah zona Megathrust. Padahal, istilah itu sudah kerap mewarnai pemberitaan media massa.
“Tapi sebagian besar mereka tahu Jawa Tengah daerah aktif gempa,” kata Tuswadi dalam Webinar bertajuk ‘Menguak Jejak Megathrust dan Sesar Aktif di Banyumas Raya’ yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Purwokerto, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (21/4).
Di lain sisi, sebagian besar responden tidak yakin gedung sekolahnya mampu bertahan dari guncangan gempa besar. Mereka kebanyakan juga tidak yakin rumah mereka tahan gempa. Pembangunan gedung atau rumah dengan konstruksi tahan gempa, jelas menjadi ukuran sejauh mana kesiapan masyarakat dalam menghadapi gempa besar.
Survei itu pun mengungkap sikap mereka ketika berada di dalam gedung lalu terjadi gempa besar. Ternyata, sebagian besar mereka menjawab memutuskan seketika akan keluar dari gedung.
Padahal, keputusan itu bisa jadi kurang tepat jika kondisi bangunan sudah akan runtuh sedangkan mereka tidak punya banyak waktu untuk lari keluar.
“Bisa keluar gedung kalau kondisi bangunan masih aman dan masih punya waktu untuk meninggalkan gedung. Tapi kalau mau runtuh, bisa sembunyi di kolong [benda] yang kuat,” katanya.