Jakarta, Gatra.com – Perhelatan olahraga dunia yang telah ada sejak lama disandingkan dengan teknologi canggih khas Jepang. Kedua subjek ini menjadi latar belakang penting dalam kasus terbaru yang harus dipecahkan Conan Edogawa di film animasi terbaru detektif muda itu. Berikut resensi film Detective Conan: The Scarlet Bullet.
Tokyo telah ditunjuk menjadi tuan rumah dari event olahraga terbesar di dunia, World Sports Game (WSG) yang diselenggarakan empat tahun sekali. Bersamaan dengan pembukaannya, Jepang siap meluncurkan kereta HyperLinear yang mampu mencapai kecepatan 1.000 km/jam. Para sponsor WSG yang mewakili perusahaan-perusahaan raksasa dari seluruh Jepang diundang untuk naik kereta tersebut dari Stasiun Nagoya. Dengan kecepatan bak peluru, kereta baru itu hanya makan waktu 23 menit untuk tiba di Stasiun Tokyo yang berjarak 347 km. Padahal menggunakan kereta cepat Shinkansen saja pun masih butuh sekitar 100 menit.
Kekacauan bermula ketika pada pesta pengumuman resmi kereta HyperLinear, ayah Sonoko, Suzuki Tomoko mendadak hilang. Hanya dalam jeda sekitar lima menit ketika lampu hotel mati mendadak, Direktur Utama Suzuki lenyap, begitu juga seorang petinggi perusahaan sponsor lainnya. Belakangan trio detektif cilik (Ayumi, Mitsuhiko, dan Genta) berhasil menemukan Tuan Suzuki.
Namun fakta ini membuat Conan (diisi suara oleh Minami Takayama) menemukan kasus serupa di Detroit, Amerika Serikat 15 tahun sebelumnya ketika kota itu menjadi tuan rumah WSG. Tiga pejabat perusahaan sponsor WSG diculik, tapi kemudian dibebaskan terikat di ruang publik. Kecuali satu orang pemilik perusahaan otomotif yang ditembak mati di peron kereta oleh pelaku. Setelahnya FBI menangkap seorang pria Jepang yang dituduh melakukan kejahatan. Usai dia dihukum, istri dan anak dari pria tersebut terpaksa pulang ke Jepang.
Keadaan makin mencurigakan karena ternyata mantan kepala FBI, Alan Mackenzie (Charles Glover) kini menjabat sebagai Ketua Komite WSG. Dengan demikian, dia masuk dalam rombongan pertama yang akan naik kereta HyperLinear.
Tak menunggu lama, Conan dan agen FBI Shuichi Akai (Shuichi Ikeda) pun bergerak. Dengan bantuan Ai Haibara (Megumi Hayashibara) dan adik Akai yang juga pemain shogi profesional, Shukichi Haneda (Toshiyuki Morikawa), mereka harus berpacu dengan waktu karena jadwal pembukaan WSG semakin dekat. Sementara itu, saudara perempuan Akai, detektif remaja Masumi Sera (Noriko Hidaka) dan ibunya, Mary (Atsuko Takayama) juga mengejar kasus yang sama dan telah lebih dulu tiba di Nagoya.
Bagi semua fans manga Detective Conan, film ini jelas layak sekali ditonton. Karena ini anime dan bukan live action, maka nyaris tak ada imajinasi yang dirusak akibat salah casting atau skenario buruk misalnya. Narasi berlapis yang harus disesuaikan dengan panjangnya durasi film pun mampu menghadirkan tokoh yang banyak itu secara efektif. Kogoro dan Ran Mouri, Profesor Agasa, kedua polisi Wataru Takagi dan Miwako Sato beserta Inspektur Megure, hingga Jodie Starling; hadir dalam porsi yang pas.
Meski tetap menonjolkan kemampuan analisis Conan Edogawa alias Shinichi Kudo, kehadiran Akai yang misterius turut menjadi kunci penting untuk menaklukkan pelaku kejahatan di kereta peluru HyperLinear. Peluru perak dari senapan laras panjang Akai mencegah kematian yang tak perlu.
Seperti di buku komiknya, penonton terdorong untuk ikut menebak siapa pelakunya berdasarkan petunjuk yang tercecer di mana-mana. Tapi keputusan penulis naskah Takeharu Sakurai dan sutradara Chika Nagaoka untuk membuat ledakan besar di penghujung cerita, membuat film ini makin seru. Ledakan dan tabrakan yang tentu menjadi hidup dan menegangkan secara visual jika dibandingkan dengan sekedar membaca goresan kisah hasil imajinasi Aoyama Gosho.
Film berdurasi 110 menit ini tayang di seluruh bioskop Tanah Air mulai besok, 21 April. Setelah sempat tertunda satu tahun akibat pandemi, Detective Conan: The Scarlet Bullet siap mengajak penonton menyaksikan petualangan seru.