Home Ekonomi Lumpuh dan Tak Mampu, Mbah Yem Belum Pernah Dapat Bantuan

Lumpuh dan Tak Mampu, Mbah Yem Belum Pernah Dapat Bantuan

Ungaran, Gatra.com – Iklas, sabar, dan pandai bersyukur adalah kunci untuk hidup bahagia. Kebahagiaan tidak bisa hanya dihitung seberapa banyak uang dan harta yang dimiliki. 

Seperti yang bisa kita lihat dari Mbah Pasiyem (80), warga Dusun Krajan Atas, Kelurahan Gondoriyo, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Mbah Yem, biasa disapa, menjalani hidupnya dalam serba kekurangan. 

Kehidupan sehari-harinya dijalani di rumah yang sangat sederhana. Rumahnya berdinding papan dan berlantai tanah. Tak memiliki kamar tidur juga kamar mandi yang layak. 

Untuk tidur, perempuan tua itu menggunakan sepetak ruangan berukuran  3x3 meter yang berkarpet perlak plastik. Tempat tidurnya terbuat dari kayu papan (amben dalam bahasa Jawa) dengan kasur tipis ala kadarnya.

Jatuh Saat ke Kamar Mandi

Sedihnya, sudah tiga tahun ini, warga RT 1, RW 2 itu harus menjalani hari-harinya tergeletak di tempat tidur akibat lumpuh. "Saya dulu jatuh, kaki bagian ini [sambil memegang paha kanannya] bengkak. Sejak itu saya tidak bisa apa-apa. Tapi ya enggak apa-apa, dijalani saja," ujar Mbah Yem dengan wajah seolah tanpa beban derita. 

Kamar mandi yang tak layak milik Mbah Yem. (GATRA/Sumarni Utamining)

Menurut Kasmirah (50), anak kedua Mbah Yem, suatu malam, Mbah Yem yang sepuh ini hendak menuju kamar mandi namun karena keseimbangan terganggu, dia pun terjatuh, kakinya patah, bengkak, dan membuatnya lumpuh hingga sekarang. 

Tak tinggal diam, Kasmirah dan keluarga lainnya telah berupaya maksimal.  "Simbok sudah kami sarankan agar mau dirujuk ke rumah sakit tetapi tidak mau. Simbok takut rumah sakit. Jadi kami bawa ke pengobatan alternatif," kata Kasmirah.

Hingga tahun ketiga pengobatan, Mbah Yem masih belum banyak perkembangan yang berarti. "Ya baru bisa duduk begitu kalau berdiri tidak bisa," ungkapnya.

Kasmirah dan adik bungsunya secara bergantian merawat dan membantu aktivitas Mbah Yem di atas tempat tidur. "Karena belum punya kamar mandi, kami tiap hari kami mandikan ya di depan kamar ini sampai tanahnya becek begini," lanjut Kasmirah.

Untuk menghidupi keluarga dan ibunya, sehari-hari Kasmirah buka usaha salon kecil di rumahnya. Salon yang hanya bermodal cermin dipaku pada papan rumah dan beberapa gunting potong itu melayani potong rambut, semir, dan creambath. Hasil dari membuka salon pun tak  cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

"Alhamdulillah, anak saya sudah bekerja di pabrik [Sido Muncul]. Jadi bisa membantu sedikit-sedikit," ujarnya.

Sebenarnya, impian Kasmirah dan Mbah Yem tak muluk-muluk, mereka hanya ingin memiliki kamar mandi yang layak. Supaya saat memandikan Mbah Yem, lantai tanah rumahnya tidak becek.

Rumah bagian depan milik Mbah Yem. (GATRA/Sumarni Utamining)

Belum Dapat Bantuan

Lebih ironis, hingga saat ini, Mbah Yem dan Bu Kasirah belum pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah. Entah apa sebabnya, baru tahun ini akan diajukan untuk program RTLH. "Mbah Yem baru mendapatkan bantuan itu dari dana Covid-19 kelurahan. Itu pun hanya satu kali," jelas Ketua RT 1, Agus Irawan Prakoso.

Melihat hal itu, Jaringan Jurnalis Perempuan Jawa Tengah (Jupe Jateng) mencoba untuk membantu. Hasilnya sudah ada donatur yang peduli untuk membuatkan kamar mandi layak untuk Mbah Yem. "Kami memang concern membantu perempuan-perempuan marjinal yang tidak mampu. Saat ini sudah terkumpul uang sebesar Rp5,7 juta untuk membeli material. Tapi untuk membayar tukang belum ada," kata perwakilan Jupe Jateng, Shinta Ardhan. 

Shinta berharap, agar aksi para jurnalis perempuan ini bisa diikuti oleh dermawan-dernawan lain sehingga impian keluarga Mbah Yem dapat segera terwujud.

1756