Home Ekonomi Sampoerna Telekomunikasi Tunggak Pembayaran Frekuensi

Sampoerna Telekomunikasi Tunggak Pembayaran Frekuensi

Jakarta, Gatra.com – Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, mengatakan bahwa PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (PT STI) telah 2 tahun menunggak pembayaran Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio (BHPSFR).

‎Johnny dalam siaran pers pada Senin (19/4), menyampaikan, tunggakan atau utang itu terkait BHPSFR Izin Pita Frekuensi Radio pada Rentang 450-457,5 MHz berpasangan dengan 460-467,5 MHz tahun keempat dan kelima (2019 dan 2020).

Menurutnya, ‎meski sudah 2 tahun perusahaan tersebut menunggak pembayaran, tetapi masih menyelenggarakan layanan komersil menggunakan pita frekuensi itu. Utang ini membuat negara kehilangan pemasukan.

"PT STI hingga saat ini memperlihatkan niat yang perlu dipertanyakan karena belum melaksanakan pembayaran BHP IPFR Tahun Keempat (2019) dan Tahun Kelima (2020)," ujarnya.

 Johnny mengungkapkan bahwa PT STI merupakan pemegang Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler pada pita frekuensi 450 MHz berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 1660 Tahun 2016 tertanggal 20 September 2016.

“Berdasarkan izin tersebut, PT STI dikenakan BHP Spektrum Frekuensi Radio berdasarkan formula BHP Izin Pita (IPFR) yang besarannya ditetapkan setiap tahunnya melalui suatu Keputusan Menteri," ujarnya.

Keputusan Menteri Kominfo No. 456 Tahun 2020 tentang Besaran dan Waktu Pembayaran BHP SFR untuk IPFT Tahun Kelima menurut Menkominfo merupakan penetapan BHP IPFR PT STI Tahun Kelima yakni Tahun 2020. 

"Penetapan keputusan menteri tersebut berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 80 Tahun 2015," ujarnya.

PP Nomor 80 Tahun 2015 tersebut mengatur bahwa Menteri menetapkan besaran dan waktu pembayaran BHP IPFR setiap tahunnya. "Dan berdasarkan PP 53 Tahun 2000, pembayaran wajib dilakukan di muka sebelum spektrum frekuensi radio dipergunakan untuk tiap tahunnya," ujar dia.

Menkominfo menyatakan segala peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari penerbitan KM 456/2020 masih berlaku karena belum pernah dibatalkan, baik oleh suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun oleh suatu putusan badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). 

Johnny melanjutkan, Keputusan Menteri Kominfo No. 456 Tahun 2020 telah ditetapkan pada tanggal 25 September 2020. Mengacu pada Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, suatu keputusan administrasi negara dapat diajukan keberatan dalam waktu paling lama 21 hari kerja sejak diumumkannya keputusan tersebut oleh badan dan atau pejabat pemerintahan. 

"Keberatan PT STI juga telah ditolak Kementerian Kominfo pada tanggal 12 Januari 2021, sehingga apabila gugatan baru diajukan tanggal 16 April 2021 maka gugatan telah sangat lewat waktu," ujarnya.

Mengenai gugatan PT STI, Menkominfo menyatakan, hingga saat ini Kementerian Kominfo belum menerima panggilan sidang relaas dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. 

"Selanjutnya Kementerian Kominfo akan mengikuti jalannya proses persidangan dengan melibatkan asistensi dan bantuan hukum dari Jaksa Pengacara Negara," katanya.

Menurut Menkominfo jika pengadila mengabulkan gugatan tersebut akan mengakibatkan ketidakpastian iklim usaha telekomunikasi dan kerugian keuangan negara karena tidak dibayarkannya PNBP yang menjadi kewajiban dari PT STI. Terkait pernyataan tersebut, Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

153