Jakarta, Gatra.com- Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengungkapkan setidaknya sekitar 200 orang dikriminalisasi dengan sebagian besar itu merupakan masyarakat adat, petani, buruh, serta nelayan. Hal itu diungkapkannya lewat diskusi film Tenggelam Dalam Diam secara virtual, yang disiarkan langsung via kanal YouTube Greenpeace Indonesia pada Senin petang, (19/4).
"Jadi banyak sekali dari mereka itu dikriminalisasi, kalau data-data kami, lagi-lagi data kami itu sangat sedikit karena hanya ada di 17 Provinsi dan yang ditangani bukan yang kami data, ada hampir 200 orang, dan sebagian besar itu masyarakat adat, petani, buruh, nelayan yang dikriminalisasi, kemudian juga ada penangkapan," ungkap Asfinawati.
Ia juga menerangkan terdapat 3.539 orang yang ditangkap secara sewenang-wenang pada tahun 2020 lalu. Bahkan, Polda Metro Jaya pernah mengumumkan bahwa mereka telah menangkap 1.500 orang dalam satu aksi di mana lebih banyak yang dibebaskan ketimbang dibawa ke meja hijau.
"Nah, tahun 2020 ada 3.539 orang ditangkap secara sewenang-wenang, bahkan Polda Metro Jaya kan pernah mengumumkan dalam satu aksi mereka menangkap 1.500 orang, dibebaskan, lebih banyak yang dibebaskan daripada yang dibawa ke pengadilan. Itu artinya dalam hukum, orang ditangkap untuk apa kalau bukan untuk, untuk diadili. Itu artinya untuk ngegembosin aksi kan, gitu," terang Asfinawati.
Menurutnya, aksi-aksi penolakan Omnibus Law itu penting dalam persoalan iklim serta bencana iklim karena Undang-Undang (UU) tersebut hanya akan mempermudah izin-izin di wilayah pesisir serta akan memporak-poranda kan pesisir Indonesia.
Ada pun kata Asfinawati, salah satu yang muncul ke permukaan di tahun 2019 hingga 2020 lalu yaitu penangkapan sewenang-wenang. Di mana, setidaknya 1.144 orang ditahan secara sewenang-wenang. Jadi, sebetulnya salah satu yang mengemuka di tahun 2019 sampai 2020 adalah penangkapan sewenang-wenang, ada setidak-tidaknya 1.144 orang ditahan secara sewenang-wenang, ini lagi-lagi yang cuma di 17 Provinsi dan yang ditangani, kami enggak catat tuh yang ditangkap di, di Halmahera ketika aksi Omnibus Law. Padahal ada 97 titik daerah aksi penolakan terhadap Omnibus Law yang dicatat oleh Fraksi Rakyat Indonesia, tuturnya.
"Jadi kalau nama-nama yang ada di buku, di buku pelajaran yang disebut sebagai pahlawan begitu ya oleh negara, itu kita denger ceritanya dibuang, ditangkap, ditahan oleh Belanda gtu ya. Cerita juga dialami, tapi ditangkap oleh Polisi Republik Indonesia, dituntut oleh Kejaksaan Republik Indonesia, dan dihukum oleh Pengadilan Republik Indonesia, gitu," kata Asfinawati.