Home Gaya Hidup Pusat Budaya Jawa, Yogya Kekurangan Guru Bahasa Jawa

Pusat Budaya Jawa, Yogya Kekurangan Guru Bahasa Jawa

Yogyakarta, Gatra.com - Bahasa Jawa menjadi mata pelajaran muatan lokal (mulok) wajib di seluruh jenjang pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun selama puluhan tahun DIY hanya memiliki ratusan guru pengajar bahasa Jawa. Demi menyelamatkan masa depan kebudayaan Jawa, DPRD meminta penggunaan dana keistimewaan (danais) untuk membantu penyediaan pengajar.

Ironi di pusat kebudayaan Jawa ini diungkapkan oleh Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa tingkat SMA DIY Slamet Nugroho usai bersama rekan-rekannya beraudiensi dengan Ketua DPRD DIY Nuryadi, Senin (19/4).

"Pelajaran bahasa Jawa dalam kurikulum pendidikan Indonesia 2021-2022 masuk sebagai mulok. Di mana di tiap daerah berbeda-beda materi yang diajarkan. Sayangnya penerimaan guru bahasa Jawa ditiadakan dalam skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K)," kata Nugroho.

Menurut pengajar bahasa Jawa di SMAN 8 Kota Yogyakarta ini, kondisi itu memperparah dunia pendidikan di DIY. Pasalnya, lebih dari 25 tahun, keberadaan guru yang mengajar bahasa Jawa sangat memprihatinkan. Jumlahnya terus berkurang setiap tahun. 

Dari data MGMP bahasa Jawa, di semua jenjang pendidikan, hanya terdapat 351 guru yang mengampu mata pelajaran ini di DIY. Bahkan di Kabupaten Kulonprogo, pengajar bahasa Jawa di tingkat SMA hanya ada tiga orang.

"Jadi wajar, bila sekarang terjadi degradasi besar yang sangat berpengaruh pada eksistensi budaya Jawa. Maka hal yang lumrah, International Standard Organization (ISO) tidak menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa di dunia digital sebab hanya dianggap dekorasi saja," kata Nugroho.

Nugroho melanjutkan, dengan dua kali jam belajar seminggu, kebutuhan guru bahasa Jawa idealnya dua orang per sekolah.

Namun sayangnya, penambahan guru bahasa Jawa tidak difasilitasi pemerintah pusat dan diserahkan ke daerah. Pada 2013, Pemda DIY diusulkan memberi tunjangan bagi para pengajar bahasa Jawa. Namun sampai sekarang hal itu tidak pernah terwujud.

"Sekolah sebenarnya sering kali mengajukan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk menambah pengajar bahasa Jawa. Namun selalu tidak diperbolehkan," ucapnya.

Keprihatinan juga disampaikan Ketua DPRD DIY Nuryadi. Menurutnya, risiko dan upaya memajukan kebudayaan Jawa sudah diamanatkan ke Pemda DIY saat UU Keistimewaan disahkan.

"Harapannya melalui danais. Pemda berinisiatif memperhatikan kesejahteraan atau menambah pengajar bahasa Jawa. Apa bangganya disebut istimewajika kebudayaan Jawa mengalami kemunduran," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY Didik Wardaya memaparkan dirinya memahami kegalauan pengajar bahasa Jawa karena tidak dimasukkan dalam skema formasi P3K oleh pusat.

"Saat ini kami sedang berjuang dan terus komunikasikan dengan Kementerian Pendidikan agar para pengajar muatan lokal ikut dalam sistem penerimaan P3K," ujar Didik.

Soal peluang penggunaan danais untuk membantu mengatasi masalah ini, Didik menyebut telah berkomunikasi dengan Dinas Kebudayaan dan Paniradya Kaistimewaan sebagai pengelola danais yang tahun ini mencapai Rp1,3 triliun.

894