Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengutuk keras penembakan dua guru di Distrik Beoga dan seorang tukang ojek di Distrik Omukia, Kabupaten Puncak, Papua, dan menyampaikan duka terdalam bagi keluarga korban.
“Pembunuhan secara sengaja terhadap laki-laki, perempuan, dan anak-anak tidak pernah dapat dibenarkan dan jelas merupakan bentuk penghinaan terhadap prinsip-prinsip fundamental hak asasi manusia,” katanya pada Jumat (16/4).
Sebelumnya, pada tanggal 8 April, Oktavianus Rayo, seorang guru di SD Jambul, Distrik Beoga, ditembak mati oleh anggota kelompok bersenjata. Sehari setelahnya, Yonathan Renden, seorang guru di SMP 1 Beoga, turut tewas ditembak. Keduanya merupakan warga asal Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Pada tanggal 12 April, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengumumkan bertanggung jawab atas penembakan tersebut.
Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, mengklaim bahwa guru SD yang ditembak mati di Beoga merupakan mata-mata TNI dan Polri yang telah lama diidentifikasi oleh TPNPB. Atas alasan itu, kelompok TNPB-OPM tak ragu mengeksekusinya.
Penembakan tak berhenti di situ, pada tanggal 14 April, Udin, seorang tukang ojek Kampung Eromaga, Distrik Omukia, tewas ditembak oleh kelompok bersenjata.
Usman Hamid menegaskan bahwa hukum internasional mewajibkan negara untuk menghukum pelakunya dan memberikan keadilan untuk korban. Aparat berwenang di lapangan harus segera melaksanakan penyelidikan yang imparsial, independen, dan menyeluruh terhadap kejadian ini dan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab, diadili sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan tanpa menggunakan hukuman mati.
“Kami juga mendesak agar pemerintah memastikan bahwa respons atas kejadian ini tidak menimbulkan siklus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang baru. Aparat keamanan mempunyai sejarah panjang melakukan aksi balasan yang berakhir dengan warga sebagai korban. Kejahatan ini tidak boleh dijadikan alasan untuk merepresi dan melanggar hak asasi manusia warga di Papua.”