Yangon, Gatra.com - Para penentang kekuasaan militer di Myanmar atau anti-kudeta militer menyerukan "serangan diam" pada hari Jumat, (16/4) kepada orang-orang untuk tinggal di rumah saja. Dan, mereka diharuskan mengenakan pakaian hitam jika hendak keluar rumah. Hal itu bertujuan untuk mengenang lebih dari 700 orang yang gugur dalam protes terhadap kudeta 1 Februari 2021 lalu.
"Mari kita heningkan jalan! Kita harus melakukan serangan diam untuk menunjukkan kesedihan kita bagi para martir yang sudah menakut-nakuti hidup mereka. Suara sunyi adalah suara yang paling keras," tulis pemimpin protes Ei Thinzar Maung ,yang memposting di halaman Facebook-nya, sebagaimana dilansir dari kantor berita Reuters pada Jumat (16/4).
Banyak warga yang marah dengan kembalinya pemerintahan militer seusai lima tahun pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Bahkan, mereka sampai turun ke jalan, bersama para aktivis untuk memikirkan cara baru agar dapat memperlihatkan perlawanan dari penindasan pasukan keamanan Myanmar.
Hari ini, merupakan hari ketiga dari lima hari pada liburan Tahun Baru Buddha, yang dikenal sebagai Thingyan. Kebanyakan orang di tahun ini menghindari perayaan yang biasa, serta fokus pada kampanye mereka melawan para jenderal yang menggulingkan pemerintahan Suu Kyi dan telah memenjarakannya.
Radio Free Asia melaporkan, bahwa dalam kekerasan semalam, dua orang ditembak dan dibunuh di pusat kota Myingyan. Juru bicara junta tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Selain itu, Myanmar Now melaporkan pada Kamis malam, (15/4) tentara telah menggerebek sebuah biara Buddha terkenal di Kota Mandalay, serta menangkap dua orang.
Sebelumnya, dua penyelenggara yang protes telah ditangkap pada hari Kamis, (15/4) bersama dengan seorang aktor dan penyanyi. Keduanya berbicara menentang kudeta.