Jakarta, Gatra.com - Terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku tak keberatan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK.
"Tidak, tidak ada eksepsi. Langsung sidang saksi-saksi hari Rabu," kata Edhy usai menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (14/4).
Edhy didakwa menerima suap total senilai Rp25,7 miliar dari eksportir benih lobster. Karena telah memberikan izin pengelolaan dan budidaya lobster dan ekspor Benih Bening Loster (BBL) dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016, tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Ranjungan dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
"Sudah saya dengar. Saya berharap dipembuktian semua diambil keputusan terbaik. Kita jalani aja nanti di persidangan saya tidak mau berspekulasi. Cuma saya bertanggung jawab pada apa yang terjadi di Kementerian saya. Saya tidak akan lari dari tanggung jawab saya," jelasnya.
Dalam dakwaan, Edhy melalui Sekretaris pribadinya Amiril Mukminin dan staf khususnya Safri telah menerima hadiah berupa uang sejumlah US$77.000 atau setara Rp1,1 miliar dari Pemilik PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito.
Kemudian masih melalui Suharjito dan eksportir lainnya, Edhy melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranata Loe menerima hadiah berupa uang sebesar Rp24,6 miliar.
Atas perbuatannya, Edhy didakwa telah melanggar dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.