Jakarta, Gatra.com – Pembentukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dinilai hanya gimik politik demi meredamkan kekhawatiran publik pascadikeluarkannya Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal April lalu.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan, publik bisa kecewa kalau tidak ada target yang jelas soal penyelesaian masalah ini.
Selain itu, Bhima juga menekankan adanya transparansi. ”Kalau tak ada target yang jelas dan tak ada transparansi, akan sulit bagi masyarakat untuk percaya,” ujar Bhima melalui saluran telepon pada Rabu (14/4).
Bhima juga berharap bahwa dibentuknya satgas penanganan ini dibarengi juga dengan political will yang kuat sehingga tujuan-tujuannya dapat tercapai dengan baik.
Seperti diketahui, pada awal April lalu, KPK mengumumkan bahwa lembaga anti-korupsi tersebut menghentikan pengusutan perkara korupsi BLBI melalui penerbitan SP3.
Namun, dua pekan kemudian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI berdasarkan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2021.
Kemudian dua hari lalu, yakni Senin (12/4), KPK menyatakan bahwa mereka bisa melakukan proses penyidikan ulang terhadap Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, terkait kasus dugaan korupsi BLBI apabila terdapat bukti-bukti baru.