Pekanbaru, Gatra.com- Kepindahan dua politisi dari partai nasionalis menuju Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Provinsi Riau dapat menganggu kenyamanan internal PKB.
Menurut pengamat politik dari Universitas Riau, Tito Handoko, potensi gangguan kenyamanan itu ada pada sejauh mana respon kalangan kultural PKB terhadap dua politisi tersebut.
Kata Tito, dua politisi ini harus bisa membawakan diri sebagai orang baru, meskipun telah memiliki karir politik terbilang lama di partai sebelumnya.
"PKB itu kan bukan partai baru, ini partai yang akarnya sudah terbentuk jauh sebelum Orde Baru tumbang, melalui Partai Nahdatul Ulama (NU). Artinya bisa masuk dalam struktur partai, belum tentu bisa masuk secara kultural," terangnya kepada Gatra.com, di Pekanbaru Senin (12/4).
Sebelumnya diberitakan, bekas politisi Partai Gerindra Riau Taufik Arahkman dan mantan politisi Partai Golkar Riau Catur Sugeng Susanto, memilih bergabung dengan PKB. Di PKB, Taufik di plot sebagai Ketua DPC PKB Kota Pekanbaru. Sedangkan Catur Sugeng dipercaya selaku Ketua DPC PKB Kabupaten Kampar.
Sambung Tito, adanya aspek kultural di PKB mengharuskan kedua politisi tersebut memiliki kepekaan politik. Kepekaan itu diperlukan untuk memastikan terpeliharanya dukungan kultural untuk kerja-kerja politik PKB.
"Bagaimanapun perolehan suara PKB banyak disokong oleh pemilih kultural, kalangan nahdiyin. Nah untuk merangkul segmentasi suara ini, itu hanya efektif jika memiliki kedekatan kultural, dan memahami persoalan kultural yang mereka hadapi," terangnya.
Dikatakan Tito, jika dua politisi itu ingin mendapati jalanya struktur partai, maka ia menyarankan untuk tidak buru-buru membuat keputusan yang berdampak terhadap kelompok kultural.
Sebagai informasi, pada pemilu 2019 PKB meraih 39 kursi parlemen se-Riau (gabungan kursi DPRD Provinsi dan 12 DPRD Kabupaten/Kota). Adapun total kursi DPRD Se-Riau mencapai 545 kursi. Dari 39 kursi tersebut, PKB nihil kursi di DPRD Kota Pekanbaru, dan hanya memperoleh 1 kursi di DPRD Kabupaten Kampar.
Torehan tersebut dengan sendirinya menjadikan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar, sebagai titik lemah teritorial PKB di Provinsi Riau. Ironisnya, kedua wilayah ini merupakan kawasan dengan pemilih terbanyak di Riau pada pemilu 2019, dimana kota Pekanbaru memiliki 500 ribu pemilih dan Kabupaten Kampar 475 ribu pemilih.
Titik lemah ini dengan sendirinya menimbulkan tantangan bagi PKB untuk mengarungi pemilihan gubernur Riau tahun 2024, maupun pemilihan presiden tahun 2024. Kedua wilayah ini, sangat strategis bagi PKB bila wacana kenaikan ambang batas parlemen menjadi 5 persen diterapkan.
Terpisah, Taufik Arahkman, kepada Gatra.com mengatakan alasanya berlabuh ke PKB justru dilatari corak kultural yang dimiliki PKB. Oleh sebab itu ia tak kepikiran merecoki sesuatu yang sudah membudaya di PKB.
"Partai ini sudah jelas basisnya,warga NU,termasuk tamatan pondok pesantren. Artinya kultural menjadi tumpuan utama," terangnya.
Merujuk data Kementrian Agama, di Pekanbaru terdapat 26 pesantren. Sedangkan di daerah satelit kota Pekanbaru, seperti Kabupaten Kampar terdapat 45 pesantren, Kabupaten Siak 15 pesantren, dan Kabupaten Pelalawan 6 pesantren.
"Itu belum termasuk sekolah Islam terpadu, yang kian bermunculan di kota Pekanbaru. Dan jika pemilih dari kalangan Islam Urban dapat digarap maksimal,artinya ada basis pemilih yang mumpuni, tinggal bagaimana melakukan manajerial organisasi. Namun bukan berarti kita mengkultuskan diri pada kelompok tertentu, karena PKB ini nasionalis religius," tekannya.