Home Hukum Peserta UPA 5,8 Ribu, Otto: Mereka Tahu yang Berkualitas

Peserta UPA 5,8 Ribu, Otto: Mereka Tahu yang Berkualitas

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Prof. Dr. Otto Hasibuan, mengatakan, tingginya jumlah peserta Ujian Profesi Advokat (UPA), yakni 5.833 orang, karena mereka mengetahui kualitas.

"Mereka [peserta UPA] bilang, ya kami tetap mencari yang berkualitas," kata Otto usai meninjau pelaksanaan UPA Peradi di Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu (10/4).

Otto mengaku salut kepada ribuan peserta UPA dari seluruh wilayah di Indonesia yang ingin menjadi advokat melalui Peradi yang bermarkas di Slipi. Meskipun belum tentu lulus ujian, mengingat tingginya stadar yang diterapkan, tetapi peserta tetap berjuang keras untuk mewujudkan tekad dan cita-cita.

"Meskipun dibuat sangat ketat, mereka tetap mengikuti pendidikan dan ujian yang kita buat ini," ungkapnya.

Tingginya animo setiap UPA, lanjut Otto, merupakan bukti bahwa Peradinya berkualitas. Mereka tidak tergiur dengan banyaknya organisasi di luar sana yang memberikan kemudahan untuk mendapat gelar advokat.

"Saya tadi bilang, kenapa Anda [peserta UPA] datang ke sini, di sini [Peradi] enggak gampang lulus, di sana [organisasi lain] Anda gampang lulus," ucapnya.

Otto mengungkapkan, tahapan untuk menjadi advokat di organisasinya dilakukan super ketat, baik itu dalam tahapan magang, pendidikan, hingga ujian. Namun ibarat barang, kalau kalitasnya bagus, maka akan dicari orang. Penjualannya pun dijajakan di mal-mal mewah dan tidak diobral. "Yang asli selalu dicari," katanya.

Menurutnya, selalu tingginya jumlah peserta UPA ini merupakan buah dari konsistensi penerapan regulasi yang ketat dalam menyeleksi calon advokat demi menghasilkan pengacara andal, baik dari segi keilmuan dan etika profesi.

?Otto menceritakan, di awal berdirinya Peradi, pihaknya sempat didemo karena dari 12 ribu orang yang ikut ujian, hanya sekitar 9% yang dinyatakan lulus. Tetapi pihaknya bergeming tetap menerapkan standar kelulusan yang tinggi demi menjaga marwah profesi advokat dan para pencari keadilan.

"Kami tidak berubah, kami tidak mau menyerah, saya minta mereka yang berubah, supaya mereka belajar. Bukan kami yang harus menurunkan standar," ujarnya.

Konsistensi penerapan standardisasi tersebut akhirnya membuat peserta berubah dan belajar untuk memenuhi standar kompetensi yang telah digariskan. Kenaikan kelulusan pun terus meningkat, dari 9% ke 15%, 18%, 50% hingga bahkan sampai 91%.

"Ini berarti kemajuan yang besar. Kami lihat nilainya pun semakin bagus. Dulu walaupun [angka kelulusan] 50%, tapi [nilainya] pas-pasan.? Sekarang sudah lewat daripada standar," ujarnya.

Penyelenggaraan ujian dilakukan sangat ketat. Pihaknya akan langsung mendiskualifikasi peserta yang tidak menaati aturan, seperti mencontek?. Sikap tegas mendiskualifikasi juga berhasil menurunkan angka kecurangan saat ujian.

"Kecurangan itu, dahulu pertama kali ujian hampir 200 di seluruh Indonesia, tiap tahun turun dan pernah 0, tetapi tahun lalu ada 5 pelanggaran dari 5.500 peserta," katanya.

"Kalau kita konsiten menerapkan aturan, maka peserta itu yang akan mengikuti aturan itu, bukan kita yang harus menurunkan aturannya," ujar dia.

Untuk penyelenggaraan UPA di tengah pagebluk ini, menerapkan protokol kesehatan super ketat. Semua wajib menunjukkan negatif Covid-19 berdasarkan hasil rapid test antigen. "Jika tidak, tidak bisa masuk ruangan dan ikut ujian," ucapnya.

1299