Banyumas, Gatra.com – Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jawa Tengah menggelar pelatihan konservasi lahan kritis dan rawan longsor melalui biopori, di Desa Banjarpanepen, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Diketahui, Banjarpanepen merupakan wilayah rawan bencana longsor.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan Dinas Pusdataru Jateng, Kadinas DPU Kab Banyumas DR Ir Irawadi Ces, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Camat Sumpiuh Drs Akhmad Suryanto. Adapun peserta yakni Forum Relawan Lintas Organisasi (Fortasi) dan masyarakat setempat.
Kadinas DPU Kab Banyumas Dr Ir Irawadi Ces mengatakan, pengelolaan sumber daya air sangat penting untuk mendukung konservasi tanah dan air. Caranya yakni dengan menjaga dan memanfaatkan potensi sumber air.
Upaya yang bisa dilakukan yakni dengan pembuatan sumur resapan atau biopori, pembuatan saluran pembuang air, pembuatan teras, pembuatan bangunan stabilitas, pembuatan bangunan pengatur aliran sungai, serta bila memungkinkan dan tersedia lahan dibangun embung.
“Menampung air permukaan sehingga tidak mempunyai daya rusak dan memperlambat aliran air permukaan agar tidak terbuang ke laut, serta memperbesar inflitrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah,” katanya, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (9/4).
Dia juga menjelaskan cara memanen air hujan yang dipergunakan menjamin ketersediaan air bersih.
Syaratnya yakni menjaga hulu mata air sungai dengan tidak melakukan penebangan. Bahkan, diperlukan penambahan vegetasi tanaman berakar kuat agar fungsi kelestarian mata air tetap terjaga.
Sementara, Dewan Penasehat Forum Relawan Lintas Organisasi (Fortasi) Eddy Wahono mengungkapkan pentingnya peran komunitas sungai dalam koservasi sumber daya air. Kata dia, Banjarpanepen berada di zona pegunungan Serayu Selatan yang membujur dari barat laut sampai tenggara, dengan kemiringan tebing 10 derajat sampai 35 derajat sehingga sangat rentan dan mempunyai resiko bencana tanah longsor sesuai peta kerentanan bencana Provinsi Jawa Tengah tahun 2017.
“Dan pada tanggal 17 Nopember 2020 didesa Banjarpanepen telah terjadi bencana tanah longsor lebih dari 10 titik tanah longsor, salah satunya menyebabkan 4 orang dalam satu keluarga meninggal dunia serta beberapa bangunan yang rusak dan kritis,” ungkap Eddy.
Menurut dia, sesuai Peraturan menteri PU tentang Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor no 22 tahun 2017 maka kawasan Banjarpanepen dapat dikategorikan menjadi kawasan lindung atau kawasan budi daya. Melihat kondisi tersebut perlu penguatan pada masyarakat peduli sungai yang telah terbentuk di Desa Banjarpanepen serta dapat segera dibentuk relawan bencana di desa tersebut.
“Sehingga diharapkan bisa menjadi solusi yang tepat dalam penanganan konservasi dan tanggap bencana banjir dan tanah longsor,” ucapnya.
Dia menjelaskan, untuk penanganan pencegahan dan mitigasi bencana perlu kajian dan pengelolaan terpadu antar-instansi pemerintah, institusi pendidikan dan masyarakat.
“Tidaklah cukup hanya dengan mengadakan forum sosialisasi atau pengembangan wawasan bencana saja namun sangat diperlukan penanganan fisik konstruksi yang tepat sesuai dengan kaidah bencana guna pemulihan pascabencana,” beber Eddy.
Dia juga mengusulkan agar ada pendidikan bagi siswa SD dan SMP tentang konservasi yang diharapkan akan menjadi tolok ukur pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan kebencanaan. Pendidikan konservasi dapat membentuk pola pikir dalam mengelola suatu kawasan atau pola ruang
“Tidak menebang pohon pada area yang beresiko atau pengembangan wilayah tanpa memperhitungkan tingkat kerentanan bencana di daerah tersebut,” ungkapnya.