Sukoharjo, Gatra.com - Pasca tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita Hotel Brothers yang berada di kawasan Pandawa, Solo Baru, Sukoharjo, Jawa Tengah, instansi pemerintah disarankan untuk tidak menggelar kegiatan di hotel bintang tiga tersebut.
Mantan Ketua DPC Peradi Solo, Badrus Zaman menyarankan, selama Hotel Brothers masih berstatus aset sitaan Kejagung, maka sebaiknya instansi pemerintah jangan ikut terlibat didalamnya. Misalnya tidak menyewa hotel tersebut untuk kegiatan pemerintahan seperti rapat.
"Kalau pemerintah menyewa seperti memberikan modal kepada orang jahat, jadi jangan kegiatan di hotel itu," ucap Badrus Jum'at (9/4).
Pasalnya, apabila ada kesepakatan sewa menyewa antara instansi pemerintah dengan pihak kedua, terlebih di hotel yang berstatus aset sitaan, maka di lembar pertanggungjawaban (LPJ) tersebut juga tercantum nama hotel yang disewa. Karena hal ini menyangkut pertanggungjawaban pemakaian uang negara.
"Kalau itu masih digunakan oleh owner-nya dan kemudian larinya ke pihak tersangka, ini bisa juga dijerat, turut serta membantu," terangnya.
Sebagai barang bukti tindak pidana korupsi yang telah menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp 23,7 triliun, maka Badrus menilai hotel harus tutup tanpa pengecualian. Karena penyitaan yang dilakukan dalam perkara tindak pidana korupsi dalam kaitannya dengan penyidikan dan tindak pidana pencucian uang sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 39 KUHAP tersebut.
Badrus menjelaskan, penyitaan aset merupakan langkah antisipatif yang bertujuan untuk menyelamatkan atau mencegah larinya harta kekayaan. Harta kekayaan inilah yang kelak diputuskan oleh pengadilan, apakah harus diambil sebagai upaya untuk pengembalian kerugian keuangan negara atau sebagai pidana tambahan berupa merampas hasil kejahatan.
"Karena obyek yang disita itu menghasilkan keuntungan finansial. Pertanyaannya, kalau aset itu merupakan barang bukti hasil korupsi, lantas apa tidak akan membuat kasus korupsi baru. Kemudian keuntungan yang didapat siapa yang menikmati," katanya.
Badrus menambahkan, jika penyitaan hotel yang disebut aset milik tersangka perkara korupsi namun masih dibiarkan tetap beroperasi, maka akan menjadi preseden buruk dan memicu mosi tidak percaya masyarakat atas kinerja aparat penegak hukum khususnya dalam pemberantasan korupsi.
"Kalau di izinkan beroperasi harusnya ada surat izin dari Kejagung boleh beroperasi," tandasnya.
Sebagai informasi, tim penyidik Kejagung telah menyita Hotel Brothers Solo Baru, Sukoharjo, pada Kamis (1/4) lalu. Penyitaan ini juga dilakukan dengan penyegelan di pintu belakang hotel. Hotel ini merupakan aset kepemilikan Benny Tjokro, tersangka kasus Asabri yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 23 triliun.