Makassar, Gatra.com - Besok menjadi 'Kilometer Nol' bagi para petani kelapa sawit di Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk Setara.
Soalnya di dalam helat bertajuk Focus Group Discussion Kemitraan Petani Kelapa Sawit Provinsi Sulsel dan Kesetaraan Harga TBS, banyak hal yang bakal dibahas.
Malah Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Apkasindo Sulsel yang mengampu helat itu bakal meneken kesepahaman dengan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Plt Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, Asisten Stafsus Wapres Dr. Tri Chandra, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Mayjend TNI (Purn) Erro Kusnara, Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung dan Sekjen DPP Apkasindo Rino Afrino bakal hadir langsung di acara itu.
Para pengurus 5 DPD Apkasindo yang ada di Sulsel juga akan nimbrung di sana. Bahkan Kepala KSP Jenderal TNI (Purn) Moeldoko didapuk langsung sebagai keynote speaker.
"Ya saya akan jadi keynote speaker pada acara di Makassar. Bagi saya acara ini sangat penting apalagi santer kabar terdengar bahwa di Sulsel harga TBS paling rendah se-Indonesia. Walau mendadak diberitahu, tetap saya mengutamakan acara Apkasindo, itu komitmen saya sejak diminta menjadi Ketua Dewan Pembina DPP Apkasindo," Erro Kusnara menirukan omongan Moeldoko.
Saat berbincang dengan Gatra.com Kamis (8/4), Ketua DPW Apkasindo Sulsel, Badaruddin Puang pun cerita panjang lebar tentang apa saja yang bakal dilakukan oleh DPW Apkasindo Sulsel terkait kelapa sawit di sana.
"Ada dua persoalan besar perkelapasawitan di Sulsel yang ingin segera kami tuntaskan. Pertama soal tataniaga sawit," kata lelaki 55 tahun ini.
Sampai sekarang kata ayah tiga anak ini, besaran rendemen --- kadar minyak --- kelapa sawit di Sulsel belum tertera di lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Akibatnya, jual beli TBS di Sulsel cuma mengacu pada tawar menawar harga. "Pabrik Kelapa Sawit (PKS) bikin harga rendah, petani menawar lebih tinggi. Biar transaksi jadi, ujung-ujungnya diambillah harga tengah," terangnya.
Kalau pun ada muncul besaran rendemen dalam transaksi kata Badar, angka itu cuma angka sepihak PKS.
"Di sinilah kadang ketidakadilan itu muncul. Kalau harga tinggi, petani senang, tapi perushaan akan menuding Apkasindo memihak petani. Tapi kalau harga rendah, petani yang kemudian menuding Apkasindo tak memihak petani." ujarnya.
Nah, biar yang semacam ini tidak terjadi lagi kata Badar, Apkasindo Sulsel berupaya mendorong agar rendemen sawit di Sulsel masuk dalam lampiran Permentan tadi.
"Kalau rendemen sudah tertera di Permentan, kita akan dorong membikin tim penetapan harga dan Peraturan Gubernur agar indeks K --- poin-poin potongan saat penetapan harga --- semakin jelas," ujarnya.
Langkah untuk itu kata doktor Manajemen SDM jebolan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini, sudah terbuka lantaran Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Sulsel sudah mengeluarkan rekomendasi kepada DPW Apkasindo Sulsel untuk melakukan pengujian rendemen.
"Kelak kami akan melakukan pengujian dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Dinas Provinsi dan petani," ujar Badar.
"Mudah-mudahan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berkenan membantu pembiayaan untuk ini. Kebetulan melalui DPP Apkasindo, kami sudah mengirimkan permohonan," tambahnya.
Puncak dari semua yang dilakukan ini kelak kata Badar adalah terwujudnya harga yang berkeadilan. "Baik untuk petani maupun perusahaan," Badar berharap.
Lantas soal kerjasama dengan Unhas tadi kata Badar, tak lebih pada keinginan untuk mewujudkan kebun rakyat yang berkelanjutan di Sulsel.
"Kerjasama Apkasindo Sulsel dan Unhas ini, selain meningkatkan sumber daya manusia --- khususnya sumber daya petani --- inovasi dan bisnis, kita juga akan melakukan kajian dan penelitian terkait lahan," katanya.
Soalnya kata Badar, ada lebih dari 10 ribu hektar lahan tidak produktif di Kabupaten Wajo, Pindrang, Sidrap, hingga Bone, yang bisa dikembangkan untuk kebun kelapa sawit. "Lokasi ini akan dikaji," ujarnya.
Memang, sementara ini lahan di empat kabupaten tadi tidak sebagus di Luwu Utara dan Timur (saat ini dua kabupaten ini menjadi pusat perkebunan kelapa sawit di Sulsel).
Tapi kalau pengelolaan tanahnya bagus, tidak menutup kemungkinan kualitasnya akan sama dengan Luwu Utara dan Timur. "Menurut kami ini bukan soal tanahnya, tapi pengelolaan," ujar Badar.
Lelaki ini kemudian mencontohkan perkebunan Tebu yang ditanam di lahan berpasir di Israel yang bisa menghasilkan 150 ton tebu perhektar.
Sementara di Bone, satu hektar justru hanya bisa menghasilkan 70 ton perhektar. Padahal tanah di Bone bagus. "Itulah makanya saya bilang, semua tergantung tata kelola," katanya.
Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung sangat mengapresiasi visi dan misi Apkasindo Sulsel itu.
"Inilah bedanya petani sawit dulu dan sekarang. Sekarang petani sawit sudah naik kelas. Itulah makanya keinginan Setara itu menjadi pilihan," katanya.
Lelaki 48 tahun ini berharap DPW lain meniru inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Sulsel itu. "Yuk kita bikin Apkasindo ini benar-benar bermanfaat untuk petani sawit," pintanya.