Jakarta, Gatra.com – Pandemi Covid-19 belum usai. Namun, ada eksistensi penyakit berbasis virus lain yang menghantui dan berpotensi menjangkiti tubuh manusia yang sudah positif terinfeksi corona. Penyakit ini adalah herpes zoster alias cacar api atau cacar ular. Cacar ini disebabkan oleh varisela zoster virus (VZV) yang juga merupakan virus penyebab cacar air.
Menurut CEO Klinik Pramudia, dr. Anthony Handoko, SpKK, memang terdapat keterkaitan satu sama lain antara penyakit herpes zoster dengan cacar air yang banyak diderita orang saat masih berusia anak-anak itu. “Hampir kebanyakan orang yang terkena herpes zoster pada awalnya pernah menderita cacar air atau yang disebut varisela,” ujar Anthony dalam acara Virtual Media Briefing yang digelar Kamis, (8/2/2021).
Cacar air, menurut keterangan Anthony, merupakan infeksi virus varisela pertama yang dialami seseorang. Kalau di kemudian hari seseorang tersebut terjangkit herpes zoster, itu merupakan infeksi virus kedua yang juga disebabkan oleh virus yang sama.
Lebih lanjut lagi Anthony menerangkan bahwa terdapat satu kesamaan antara herpes zoster dengan Covid-19, terutama soal kondisi imunitas tubuh orang yang berpotensi dijangkitinya. “Kalau daya tahan tubuh kita kuat, niscaya bahwa kita bisa jadi cukup kuat untuk tidak terkena, terpapar atau bahkan tidak sampai terinfeksi virus Covid. Begitu juga dengan virus (herpes) zoster tersebut. Bila imunitas tubuh kita baik, biasanya kita akan jarang terkena,” jelasnya.
Anthony menyebut bahwa potensi penularan infeksi virus herpes zoster adalah sebuah tantangan bagi orang-orang yang imunokompromais atau orang dengan status imun kurang baik. Beberapa kelompok orang yang rentan terinfeksi virus ini adalah orang yang terkena HIV, kanker, sedang dalam proses kemoterapi, hingga orang yang sudah melakukan transplantasi organ (hati dan jantung).
Sama seperti Covid-19 yang menimbulkan gejala long-covid bagi penyintasnya, penderita herpes zoster pun berpotensi mengalami neuralgia atau nyeri pasca-herpes. “Bila seseorang terkena neuralgia pasca-herpes atau nyeri pasca-herpes, itu sangat mengganggu sekali kualitas hidup dan sosial, terutama pada lansia,” jelas Anthony.
Dampak yang dirasakan oleh penderita nyeri pasca-herpes pun tak hanya mencakup dampak fisik saja, tetapi juga dampak psikologis. “Jadi orangnya mau di rumah aja, dia depresi, dia kesel, dia stres karena rasa sakitnya, rasa terbakar, rasa tertusuk, dan itu menetap atau hilang-timbul dalam jangka waktu yang cukup lama,” tambah Anthony.
Meskipun belum ada penelitian dan data resmi mengenai infeksi penyakit herpes zoster ini dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Anthony menyimpulkan kalau infeksi penyakit ini semakin mengalami peningkatan.
“Dan saya sendiri selama pengalaman saya berpraktik selama masa pandemi ini, banyak sekali pasien, hampir setiap minggu saya mengobati pasien yang datang dengan keluhan gejala herpes zoster. Di mana rentang usianya antara 45-65 tahun. Dan bahkan tren orang yang terkena semakin muda. Banyak juga yang terkena di bawah 45 tahun,” jelasnya.
Oleh karena itu, Anthony berpesan kepada masyarakat luas untuk tetap menjaga imunitas tubuh supaya daya tahan tubuh tidak anjlok dalam kondisi pandemi yang belum selesai ini. “Daya tahan tubuh yang menurun itu akan mempengaruhi imunitas kita sehingga pada masa pandemi ini tidak hanya kita harus waspada pada Covid-19, tetapi kita juga harus waspada terhadap penyakit infeksi virus yang lain, termasuk herpes zoster,” pungkasnya.