Moskow, Gatra.com - Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani undang-undang yang memungkinkannya mencalonkan diri untuk masa jabatan kelima sebagai kepala negara pada tahun 2024.
Berdasarkan undang-undang sebelumnya, Putin harus meninggalkan Kremlin setelah pemilihan umum berikutnya. RUU yang baru ditandatangani itu muncul setelah rakyat Rusia memberikan suara mayoritas mendukung atas pengubahan konstitusi baru pada musim panas lalu. Berdasarkan penghitungan resmi, 78,56% pemilih mendukung perubahan konstitusi.
Putin saat ini berada di tengah-tengah tugas keduanya berturut-turut di Kremlin, dan total keempatnya, dua kali sebagai Perdana Menteri dan dua kali sebagai Presiden. Di bawah aturan lama, presiden dilarang menjabat sebagai kepala negara selama lebih dari dua periode berturut-turut. Ini berarti Putin tidak akan bisa ikut bersaing memperebutkan Kremlin di priode selanjutnya.
Salah satu amandemen konstitusi yang disetujui berisi soal mereset masa jabatan Putin menjadi nol, yang berarti bahwa dia berpotensi memimpin negara hingga 2036. Saat itu, dia akan berusia 84 tahun.
Dengan tanda tangan Putin, amandemen ini sekarang secara resmi menjadi bagian dari Hukum Federal Rusia, demikian dilansir kommersant.com..
Undang-undang baru juga menghapus istilah "secara berurutan" dari konstitusi, Artinya, siapa pun dapat mencalonkan diri lebih dari dua kali lagi untuk jabatan tertinggi negara, termasuk Putin dan Dmitry Medvedev, yang menjabat sebagai kepala negara antara 2008 dan 2012.
Selain mengatur ulang persyaratan, peraturan baru itu juga menetapkan persyaratan tambahan untuk seorang presiden. Aturan baru menyatakan bahwa kandidat tidak boleh memiliki kewarganegaraan atau izin tinggal lain dari negara asing, dan harus tinggal secara permanen di Rusia setidaknya selama 25 tahun.
Sementara paket amandemen konstitusi yang memungkinkan Putin untuk mencalonkan diri dua kali lagi menerima lebih dari 70% dukungan, partai oposisi negara itu mengecam perubahan tersebut.
Pemungutan suara tersebut diejek oleh pemimpin Partai Komunis Gennady Zyuganov, yang menuduh proses konstitusional memiliki aturan yang tidak dapat dipahami.
Pada bulan Maret lalu, Dewan Uni Eropa mengkritik amandemen konstitusi, menyebut Putin melampaui batas pantas, menganggap hal itu memperkuat posisi presiden secara tidak proporsional.