Makassar, Gatra.com - Jangan heran kalau Tandan Buah Segar (TBS) dari kawasan Luwu Timur dan Luwu Utara Sulawesi Selatan (Sulsel), saban waktu nampak melintas ke Sulawesi Tengah (Sulteng).
Sebab, meski petani musti merogoh kocek Rp300 perkilogram, tetap saja mereka masih untung ketimbang harus menjual ke 5 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang ada di dua kabupaten tadi.
Tengoklah Badaruddin Puang, Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sulsel. Wajahnya cuma bisa mengernyit saat menengok harga TBS pekan ini yang hanya Rp1.675.
Padahal di Sulteng, harga TBS sudah jauh lebih tinggi, dan jika dibandingkan dengan harga di Sumatera, malah semakin terpaut jauh.
Padahal kalau dipikir-pikir, sekitar 25 ribu hektar tanaman sawit petani di dua kabupaten tadi, tak kalah dengan yang ada di Sulteng maupun di Sumatera.
Selain rata-rata sudah berumur 10 tahun, tanaman itupun tumbuh di tanah mineral dengan perawatan yang lumayan.
"Tapi itu tadilah, pabrik bilang selalu bilang kalau rendemen (kadar minyak) sawit kami cuma 17%," cerita lelaki 55 tahun ini kepada Gatra.com, Rabu (7/4).
Kalau misalnya harga rendah tadi kata ayah tiga anak ini akibat dari jauhnya mobilisasi Crude Palm Oil (CPO), jarak dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) ke Pelabuhan Palopo, cuma sekitar 2 jam nya.
Yang pasti kata doktor manajemen SDM jebolan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini, angka rendemen tadi sudah segitu-gitunya sejak beberapa tahun lalu.
"Jadi enggak anehlah kalau harga sawit di Sulsel menjadi yang paling rendah di Indonesia," ujarnya.
Tak mau terus-terusan begitu, DPW Apkasindo Sulsel pun mengkomunikasikan persoalan ini dengan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Sulsel.
Hasilnya, bulan lalu DPHTP sudah memberikan selembar surat rekomendasi kepada DPW Apkasindo Sulsel untuk melakukan uji rendemen tanaman kelapa sawit 2021.
"Pekan ini kami akan lebih mematangkan lagi soal tataniaga sawit ini dalam sebuah pertemuan. Biar harga sawit kami tak lagi selalu di bawah," katanya.
Abdul Aziz