Home Kebencanaan Siklon Tropis di NTT, Selatan Jawa-Bali Juga Berisiko Tinggi

Siklon Tropis di NTT, Selatan Jawa-Bali Juga Berisiko Tinggi

Sleman, Gatra.com - Peneliti Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Emilya Nurjani, menyebut sejumlah daerah memiliki peluang terdampak siklon tropis seperti yang dialami Nusa Tenggara Timut (NTT) saat ini. Dampak di daerah pesisir selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara bisa lebih besar dibanding wilayah lain. 
 
Emilya mengatakan, evakuasi karena bencana angin kencang dan storm surge (gelombang laut besar) memang belum umum dilakukan di Indonesia.
 
"Tetapi dalam rangka mitigasi dan adaptasi, sebaiknya sudah mulai dikenalkan mengingat proyeksi peningkatan suhu muka laut ke depan akan menyebabkan peningkatan peluang terjadinya siklon tropis," kata dia, Selasa (6/4). 
 
Emilya mengatakan, sejumlah wilayah Indonesia memiliki peluang terdampak siklon tropis dengan level bencana yang berbeda. 
 
"Siklon tropis di perairan selatan Indonesia akan menimbulkan dampak yang lebih besar bagi daerah pesisir selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dibandingkan pesisir timur Sumatera atau pesisir Kalimantan," katanya. 
 
Menurutnya, siklon tropis di utara Indonesia akan menimbulkan hujan yang lebih lebat di sekitar Sulawesi dan Kalimantan. Dengan kondisi itu, bencana alam yang akan ditimbulkan juga akan berbeda.
 
"Pengetahuan bencana sebaiknya disosialisasikan di seluruh daerah di Indonesia sesuai dengan potensi bahaya yang ada di daerah masing-masing," ucapnya.
 
Emilya mengungkapkan, siklon tropis 99S yang terbentuk di sekitar Laut Sawu telah mengakibatkan cuaca ekstrem di Pulau Timor. Siklon tersebut merupakan bentuk formasi dari sistem badai tropis yang besar dan berkembang di atas perairan hangat di dekat wilayah ekuator.
 
Menurutnya, sebuah siklon membutuhkan uap air hangat di wilayah 5-30 derajat di lintang utara dan lintang selatan bumi. Selain itu, terjadi efek coriolis yang merupakan implikasi dari gerak rotasi bumi pada sumbunya.
 
"Efek coriolis ini menyebabkan angin mengalami pembelokan pergerakannya. Makin besar lintangnya, maka makin besar pembelokan angin yang terjadi. Sehingga di daerah ekuator atau lintang nol efek ini tidak ada," katanya. 
 
Emilya mengatakan, pertumbuhan siklon dimulai dari gangguan tropis, depresi tropis, badai tropis, hingga menjadi siklon tropis. Pada saat pertumbuhan mencapai badai tropis itulah siklon ini mulai dinamai.
 
Emilya mengatakan, siklon tropis dengan kecepatan angin mencapai 64 knot atau 74 meter per jam mengakibatkan hujan lebat, angin kencang, serta gelombang laut yang besar atau storm surge. 
 
Emilya mengatakan, peluang terbentuk siklon di Indonesia sebenarnya cukup kecil. Hal ini karena suhu permukaan laut wilayah Indonesia cukup rendah dan efek coriolis pun relatif kecil.
 
Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, siklon semakin sering terbentuk, terutama pada periode transisi dari musim hujan ke kemarau atau sebaliknya. Menurutnya, hal ini ditengarai terjadi akibat perubahan iklim yang meningkatkan suhu permukaan laut.
 
"Di perairan selatan dan utara Indonesia cukup banyak siklon terbentuk. Dalam setahun bisa 5-8 siklon dengan kecepatan yang berbeda dan dampak yang berbeda," ucapnya.
399