Home Hukum SE Dirjen Dikti, Yayasan dan Dosen Resah

SE Dirjen Dikti, Yayasan dan Dosen Resah

Sukoharjo, Gatra.com- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) telah mengeluarkan surat edaran nomor 3/2021, tentang Larangan Rangkap Jabatan Organ Yayasan Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi. Menyikapi aturan itu, sejumlah dosen dan pengurus yayasan pendidikan tinggi mengaku resah.

Dari sejumlah poin yang tertuang dalam SE tertanggal 26 Maret 2021 tersebut, terdapat sejumlah poin penjabaran atas UU nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan. Dasarnya pasal 7 ayat 1 dan 3 yang menyatakan bahwa pengurus/ pembina yayasan dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus/dewan komisaris/pengawas dari badan usaha yang dikelola yayasan tersebut. Namun ada satu poin yang membuat resah bagi para pelaku pendidikan. 

Di poin pertama berbunyi, pembina/pengurus/pengawas yayasan dilarang rangkap jabatan sebagai pimpinan/dosen/karyawan dari perguruan tinggi yang diselenggarakan. Poin kedua pembina/pengurus yayasan yang mencalonkan diri sebagai pimpinan perguruan tinggi wajib mengundurkan diri dari organ yayasan tersebut. Sedangkan poin ketiga bagi pembina/pengurus/pengawas yayasan yang merangkap jabatan sebagai pemimpin/dosen/pegawai perguruan tinggi wajib menyesuaikan diri sejak SE ditetapkan.

"Menurut kami SE ini rancu dan melebar tidak punya dasar hukum, khususnya yang menyebutkan dosen dan karyawan. Karena dalam Undang-undang menyebut pimpinan perguruan tinggi, itu mengacu jabatan. Sedangkan dosen dan karyawan adalah profesi tidak ada hubungannya dengan jabatan struktural," kata Dr Budiyono pengurus yayasan pendidikan sekaligus dosen ITB AAS Indonesia, Senin (5/5).

Menurutnya, kebijakan Dirjen Dikti Kemendikbud tersebut sangat meresahkan lantaran sebagian besar pengurus yayasan pendidikan juga merangkap sebagai dosen. Apalagi para pendiri lembaga pendidikan pasti diperkuat oleh akademisi dalam hal ini dosen.

"Dipastikan sebagian besar lembaga pendidikan awalnya didirikan oleh dosen yang kemudian membentuk yayasan pendidikan. Okelah kalau larangan rangkap jabatan sebagai pemimpin seperti rektor, dekat atau pengurus administrasi, kita bisa menerima. Tapi kalau dosen itu bukan jabatan tapi profesi. Dan ini berkaitan erat dengan persyaratan akreditasi. Bila aturan ini dilakukan akan melemahkan lembaga pendidikan tinggi," ujarnya.

Atas hal tersebut, Budiyono siap melakukan kajian untuk menggugat Dirjen Dikti agar membatalkan SE tersebut. Bahkan sejumlah langkah sudah ia persiapkan, diantaranya akan menggelar audiensi dengan Dirjen Dikti soal SE itu.

"Kalau tidak ada hasil, kita siap menggugat, karena kami nilai aturan tersebut lemah dan menyudutkan profesi dosen yang melemahkan perguruan tinggi kami," ucap Budiyono, yang saat itu juga didampingi pengacara, Badrus Zaman.

Sementara itu, menurut Badrus, pihaknya sudah mengkaji kemungkinan melayangkan gugatan. Karena ia melihat ada sisi kelemahan SE tersebut.

"Dari kajian kami, memang larangan rangkap jabatan bagi pengurus yayasan dengan pimpinan perguruan tinggi tidak termasuk dosen dan karyawan, karena mereka bukan unsur pimpinan. Jadi lemah pijakan hukumnya. Kami siap membantu untuk mengurus gugatannya," tandas Badrus

32527