Jakarta, Gatra.com- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Gorontalo, Ot Oral Sem Wilar, SE, mengungkapkan 3 penyebab terjadinya banjir di Provinsi Gorontalo pada bulan Juni hingga September 2020 lalu. Hal itu diungkapkan lewat webinar yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada Kamis siang, (1/4).
"Berdasarkan hasil analisis beberapa parameter cuaca, diidentifikasi adanya banjir di Provinsi Gorontalo selama periode Juni-September 2020, karena satu, adanya daerah shearline atau belokan angin di sepanjang wilayah Provinsi Gorontalo," ungkapnya.
Wilar menjelaskan alasan keduanya yaitu terdapat anomali di perairan sekitar Gorontalo yang bernilai 2-4 derajat Celsius. BMKG mengindikasikan terjadinya potensi penguapan serta penambahan masa uap air di kondisi atmosfer lapisan bawah hingga atas, yang bersifat basah. "Terus ada gangguan tropis yang aktif, seperti Madden Julian Oscillation (MJO) dan Equatorial Rosby," jelas Wilar.
Selain itu, ia juga menerangkan soal mitigasi bencana. Kata Wilar, mitigasi bencana itu adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun dengan penyadaran, dan peningkatan kemampuan menghadapj ancaman bencana. Itu tertuang dalam Pasal 1 ayat 6 PP No. 21 Tahun 2008 Tentang Penyelanggaraan Penanggulangan Bencana.
Kemudian Wilar memaparkan peran BMKG dalam mitigasi bencana. "BMKG itu di daerah itu (Provinsi Gorontalo) kita melakukan apa yang kita sebut Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN), sejak tahun 2017 sudah dilaksanakan di Provinsi Gorontalo," paparnya.
Menurutnya, tiap tahunnya mereka (BMKG) melakukan pendidikan tersebut guna mengedukasi nelayan dengan penyuluh lapangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan. "Misalnya, kalau gelombang lautnya cukup tinggi, jangan kita melaut," kata Wilar.
Lanjutnya, ada juga Sekolah Lapang Gempa (SLG). Di mana bertujuan untuk mengedukasi masyarakat usai gempa terjadi. "Dalam artian, kalau misalnya terjadi gempa, pada intinya kita harus menghindar dulu atau kita harus menyelamatkan diri," terangnya.
Seraya ia menambahkan, bahwasanya BMKG pun memiliki Sekolah Lapang Iklim (SLI). Sekolah tersebut bertujuan guna mengedukasikan terhadap para petani. "Dalam artian ini, baik petani jagung, petani yang menanam padi, dan bagaimana cara bercocok tanam dengan memperhatikan musim yang ada," ungkap Wilar.
Di samping itu, ia mengatakan bahwa BMKG juga berperan dalam mitigasi bencana, di dalam kemajuan teknologi. "Kita bisa melihat melalui, kita punya aplikasi mobile Info BMKG, semua bisa melihat di situ. Informasi apapun yang kita lihat, ada di situ. Ada informasi mengenai cuaca, mengenai iklim dan gempa bumi, serta informasi cuaca ekstrem lainnya," tutupnya.