Home Ekonomi Beratnya Persoalan Spesifik Perbatasan Kaltara

Beratnya Persoalan Spesifik Perbatasan Kaltara

Jakarta, Gatra.com – Tantangan pembangunan di daerah perbatasan sangat kompleks. Selain kesenjangan wilayah, kawasan perbatasan juga menghadapi sejumlah persoalan, seperti demografis, ketahanan nasional, pelayanan publik, serta ketersediaan infrastruktur dan aksesibilitas.

Problematika yang muncul dari aspek kesenjangan wilayah antara lain berupa ketimpangan tingkat pendapatan. Lalu masih ada perbedaan nilai tukar dan nilai jual komoditas, hingga orientasi ekonomi lebih ke negara tetangga sementara kawasan dalam negeri di perbatasan hanya jadi hinterland. Fakta itulah yang dihadapi oleh pemerintaha daerah yang letaknya di perbatasan dengan negara lain.

Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Kalimatan Utara (Kaltara) Drs. H. Zainal A. Paliwang, S.H, M.Hum, pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) di Jakarta, Rabu, 31 Maret 2021.

Rakornas dan Seminar Nasional tersebut digelar di Jakarta dan Bogor pada tanggal 31 Maret1 April 202I dalam rangka memberikan masukan kepada proses Prolegnas RUU Daerah Kepulauan untuk Kesejahteraan Masyarakat Kepulauan dan Pesisir.

Dalam presentasinya bertajuk Keamanan Laut dan Kedaulatan Perbatasan di Kaltara setebal 22 halaman, Zainal A. Paliwang membeberkan juga soal persebaran penduduk yang tidak merata, keterbatasan jumlah aparat, serta minimnya sarana dan prasarana. Sementara itu, dengan infrastruktur jalan, transportasi serta telekomunikasi yang minim, maka otomatis aksesibilitasnya terganggu pula.

‘’Selain minimnya sumber daya manusia untuk pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dan administrasi kependudukan, terkait ketahanan nasional, kawasan perbatasan juga rawan pelanggaran hukum dan kegiatan ilegal, antara lain illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking dan narkoba,’’ katanya.

Daerah yang Terancam Hilang

Adapun untuk masalah garis perbatasan atau Outstanding Boundary Problems (OBP) dengan negeri jiran Malaysia, ada yang telah selesai karena sudah disepekati di meja perundingan, namun ada yang belum. Untuk OPB segmen P. Sebatik sepanjang 23,8 km dan OBP segmen Simantipal sepanjang 21,54 km sudah selesai.

Namun untuk OBP Segmen Sinapad sepanjang 17,8 km dengan luas 4.758 ha dan OBP Sesaid sepanjang 6,5 dengan luas 405 ha belum ada kesepakatan antara pihak Indonesia dan Malaysia. Kawasan ini masuk wilayah adat Kecamatan Lumbis Hulu. Dan daerah yang terancam hilang ini masuk di Desa Kamungolor, Lipaga, dan Ketagas.

Di samping masalah garis batas negara, menurut Zainal, persoalan yang kerap muncul di perbatasan adalah pengrusakan dan pergeseran patok batas, adanya penangkapan WNI oleh polisi Malaysia, TKI ilegal, penyelundupan miras serta narkoba, dan ketergantungan masyarakat pada pasokan barang dari negara tetangga.

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, Gubernur Kaltara mengaku memiliki sejumlah strategi untuk menyelesaikan dan mengurangi persoalan-persoalan berat yang kerap muncul.

‘’Kami memilih untuk melakukan analisis secara komprehensif guna menyusun strategi dan sekarang sudah menetapkan skala prioritas dan fokusing. Titik beratnya pada pembangunan ekonomi, pangan, industri, energi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur transportasi serta komunikasi yang berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,’’ katanya kepada Gatra, Rabu siang (31/3) di Jakarta.

Sejauh 180 Kilometer Ditempuh 7-8 Hari

Wilayah Kalimantan Utara luasnya 75.467 Km² dengan jumlah penduduk sebanyak 742.245 jiwa . Luas wilayah darat kawasan perbatasan Kaltara adalah 36.349,33 Km² atau sekitar 48% dari total luas daratan Provinsi Kaltara.

Berdasarkan Perpres Nomor 31 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan, wilayah perbatasan di Provinsi Kaltara mencakup lima kecamatan di Kabupaten Malinau dan 12 kecamatan di Kabupaten Nunukan.

Lima kecamatan di Kabupaten Malinau, yaitu Kayan Selatan, Kayan Hulu, Kayan Hilir, Pujungan, dan Bahau Hulu. Sedangkan 12 kecamatan di Kabupaten Nunukan, yaitu Lumbis Ogong, Tulin Onsoi, Sei Menggaris, Nunukan, Nunukan Selatan, Sebatik Barat, Sebatik Tengah, Sebatik Utara, Sebatik Timur, dan Sebatik.

Garis perbatasan panjangnya mencapai 1.038 km dan garis pantai sepanjang 3.519,19 km. Sementara itu, untuk luas laut 12 mil mencapai 731.642,77 hektare dengan 182 pulau.

Mengenai profil penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan pedalaman dan pegunungan, sebagian besar warga masyarakat terdiri dari Suku Dayak dengan mata pencaharian bertani dan berkebun. Aksesibilitas warga dengan dunia luar sebagian besar menggunakan sungai dan angkutan udara.

Prasarana jalan darat untuk wilayah pedalaman sangat sulit untuk dilalui. Di beberapa kabupaten, menurut Zainal, untuk mencapai suatu desa dengan jarak 180 kilometer saja jika memakai kendaraan bermotor roda dua bisa memakan waktu tujuh hingga delapan hari.

‘’Medannya curam, ekstrem, berlumpur, dan berbatu,’’ katanya sambil menunjukkan video seorang pengendara motor trail sedang menaklukkan medan jalan. Dari gawainya, terlihat motor trail tengah ditarik dengan tali oleh beberapa orang di sebuah jalan berbatu yang menanjak.

Sementara itu, untuk masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan pesisir, sebagian besar terdiri dari Suku Tidung, Bulungan, dan Bugis dengan mata pencaharian sebagai nelayan dan pedagang. Aksesibilitas warga dengan dunia luar sebagian besar menggunakan moda transportasi angkutan air.
Reporter: G.A. Guritno

411