Home Hukum Pengamat Sebut Milenial Jadi Sasaran Perekrutan Teroris

Pengamat Sebut Milenial Jadi Sasaran Perekrutan Teroris

Jakarta, Gatra.com - Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati menyebut kaum milenial menjadi sasaran perekrutan teroris. Ia membeberkan contohnya seperti serangan teror di Mabes Polri oleh ZA yang berusia 25 tahun dan serangan bom Makassar yang dilakukan oleh pasangan berusia 26 tahun.

Alasannya, milenial masih menjadi jati diri dan mengikuti arah pihak yang paling berpengaruh. Nuning, sapaannya, menyebut mereka adalah korban dari penetrasi ideologi kekerasan global yang masuk ke Indonesia.

Nuning menambahkan, pola rekruitmen teroris saat ini berkembang menjadi lebih terbuka menggunakan ruang publik seperti sekolah, kampus, dan perkumpulan kegiatan kegiatan keagamaan. 

Ia mendesak pemerintah untuk melibatkan milenial sebagai upaya melakukan pencegahan.

Ia juga mengatakan dalam menganalisa kejadian terorisme harus holistik.

“Kejadian bom bunuh diri itu tentu saja signal bahwa mereka ingin menunjukan eksistensinya. Oleh karena itu harus dikenali embrio terorisme di Indonesia itu apa saja,” kata Nuning dalam webinar The Indonesia Intelligence Institute, Rabu (31/03).

Yang juga perlu diwaspadai menurut Nuning adalah proses yang disebut

Enabling Environment, yaitu menormalisasi hal yang tidak normal dirasa normal.

Mantan anggota DPR itu juga menjelaskan, militer dapat dilibatkan dalam penanganan terorisme. Selama ini, penanganan terorisme di Indonesia cenderung masih dalam klasifikasi kejahatan terhadap publik sehingga cenderung ditangani Polri semata.

Jika terorisme mengancam keselamatan Presiden atau pejabat negara lainnya sebagai simbol negara, maka terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI.

Pembicara lainnya, Alto Labetubun menjelaskan bahwa di Timur Tengah, kelompok teroris menggunakan berbagai platform teknologi untuk menjaga eksistensi organisasinya.

“Walaupun secara wilayah ISIS tidak lagi menguasai Suriah namun mereka masih punya sistem di dunia cyber atau cyber daulah,” ujar analis keamanan yang hampir 20 tahun bertugas di Irak dan Suriah tersebut.

Alto berharap aparat pemerintah lebih melibatkan berbagai potensi masyarakat untuk mencegah terorisme.

”Banyak anak bangsa yang jago jago, misalnya ahli hacking yang punya jiwa merah putih,” katanya.

Pembicara ketiga Stanislaus Riyanta menyoroti pendapat beberapa akun media sosial yang menyebut aksi terorisme di Makassar sebagai rekayasa.

”Pendapat itu berbahaya dan provokatif, aparat keamanan harus memeriksa provokator yang menyebut bom sebagai rekayasa,” ujar alumni S2 Kajian Intelijen Universitas Indonesia tersebut.

264