Jakarta, Gatra.com- Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Meutya Hafid, mengatakan bahwa pemerintah telah menyepakati guna melakukan migrasi digital. Hal itu disampaikan dalam webinar yang diselenggarakan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) pada Rabu siang, (31/3).
"Mulai dari pemerintah, dari DPR, kemudian juga dari pelaku industri, apalagi dari masyarakat. Masyarakat pasti akan menyambut baik karena sangat diuntungkan, baik dari sisi potensi keragaman tayangan yang ada dan kualitas yang jauh lebih baik tayangannya," tuturnya,
Namun demikian, Meutya mengungkapkan bahwasanya terdapat beberapa "PR" atau tantangan. Termasuk di antaranya yaitu, infrastruktur harus dipersiapkan terlebih dahulu. Pihaknya meminta terhadap Kominfo untuk mempersiapkan infrastruktur dengan baik serta merata, meliputi penyiapan set top box. "Jadi, bagi mereka yang belum mampu untuk membeli digital TV, mereka bisa menyiapkan atau juga dibantu dengan set top box dari pemerintah," ujarnya.
Lanjut Meutya, Sumber Daya Manusia (SDM) juga penting, karena kelak pemerintah mengharapkan dengan digitalisasi penyiaran ini. Dengan begitu, hendak tercipta lapangan kerja baru atas tumbuhnya industri penyiaran serta lebih banyaknya pemain di sektor industri tersebut. "Namun demikian, tentu memang kalau mereka mau tumbuh dan menciptakan industri penyiaran atau perusahaan-perusahaan penyiaran digital yang baru, maka dibutuhkan SDM yang luar biasa banyak. Jadi itu yang harus kita siapkan, sembari kita mempersiapkan analog switch off dari Undang-Undang Cipta Kerja," katanya.
Ketua Komisi I DPR itu pun mengakui, bahwa mereka masih memiliki "PR" terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran, di mana belum selesai sepenuhnya dan telah dalam pembahasan DPR. "Jadi, ini jadi bahan kita, bulan Juli Insya Allah kita akan mulai kembali bahasan itu, supaya nanti tidak hanya secara teknologinya kita siap, tidak hanya pemirsanya yang siap, tidak hanya pelakunya yang siap, tapi regulasinya juga harus mampu, kemudian memberi sebuah peraturan yang baik, yang juga, apa namanya, berbasis pada keadilan," terangnya.
Meutya menjelaskan, pemerintah sangat terbuka soal RUU Penyiaran. Dan RUU tersebut tengah dalam pembahasan di periode ketiga. Sebab, di periode pertama dan kedua itu gagal selesai dikarenakan ada yang mengganjal, yakni soal bagaimana pengaturan mengenai digitalisasi atau switch off analog.
"Mudah-mudahan "PR" RUU Penyiaran tidak banyak lagi dan bisa fokus, bukan kepada digitalisasinya, tapi betul-betul ke ranah konten penyiaran yang baik seperti apa, pengaturan pengawasan oleh KPI seperti apa, kemudian tayangan-tayangannya seperti apa, peran lembaga publik seperti apa, peran lembaga swasta seperti apa, televisi-televisi baru yang muncul akan diperlakukan seperti apa, regulasinya, dan lain-lain. Ya, insya Allah nanti terbuka rapat-rapatnya," harapnya.