Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) menyampaikan bahwa nota keberatan atau eksepsi 3 dari 5 rekan Rizieq Shihab soal mengundang untuk menghadiri Maulid Nabi dan pernikahan putri Rizieq di Petamburan bukan perbuatan menghasut, harus dikesampingkan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Selasa (30/3), menyampaikan, JPU menyampaikan bahwa keberatan para terdakwa itu harus dikesampingkan karena sudah menyangkut substansi atau materi pokok perkara.
Selain itu, lanjut Leo, JPU menilai bahwa keberatan tersebut lebih cenderung merupakan pendapat pribadi serta tidak ada hubungannya dengan syarat formil ruang lingkup eksepsi atau keberatan.
Tim JPU membacakan eksepsi tersebut dalam sidang lanjutan perkara dugaan pelanggaran Kekarantinaan Kesehatan di Petamburan. Persidangan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jaktim dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi yang disampaikan para terdakwa dalam sidang sebelumnya.
Dalam persidangan kali ini, JPU menanggapi eksepsi kelima terdakwa rekan Rizieq Shihab, yakni H. Haris Ubaidillah, H. Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas, Idrus Alias Idrus Al Habsyi, dan Maman Suryadi.
Pada pokoknya, terdakwa H. Haris Ubaidillah, H. Ahmad Sabri Lubis, dan Maman Suryadi pada eksepsisnya dalam persidangan sebelumnya menyampaikan, perbuatan mengundang untuk menghadiri kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad diyakini penuh kebahagiaan dan keberkahan bukanlah perbuatan menghasut.
Selain itu, para terdakwa juga menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan karena patuh dan taat kepada guru dan Imam Muhammad Rizieq Shihab yang secara serius menyerukan kepada seluruh da’i untuk membatalkan acara ceramah dan pengajian untuk sementara waktu.
Selanjutnya, para terdakwa mengatakan bahwa Panitia Peringatan Maulid di kediaman Rizieq dianggap melawan petugas atau pejabat pelaksanaan protokol kesehatan sangat tidak beralasan.
Mereka juga menyatakan bahwa tidak benar panitia tidak melaksanakan imbauan Kapolres Jakarta Pusat bahkan Direktur Intelijen dan Keamanan (Dirintelkam) Polda Metro Jaya menyumbang masker sebanyak 1.000 buah untuk dibagikan di acara maulid tersebut.
Bukan hanya itu, para terdakwa mendalikan bahwa acara pernikahan merupakan rangkaian acara Maulid Nabi yang dihadiri oleh habib dan tokoh agama lainnya, yang biasanya dihadiri 25.000 orang sehingga jika dihadiri oleh 10.000 –15.000 orang, jumlah tersebut sudah sedikit.
Tim JPU lebih lanjut menyampaikan soal eksepsi para terdakwa di atas itu harus dikesampingkan karena eksepsi hanya dapat diajukan terhadap "dakwaan atau kewenangan pengadilan (kompetensi mengadili). Dengan demikian, eksepsi hanya boleh diajukan terhadap hal-hal yang bersifat prosesuil eksepsi.
Eksepsi juga tidak diperkenankan menyentuh materi pokok perkara yang akan diperiksa di sidang pengadilan yang bersangkutan. Artinya, eksepsi hanya ditujukan kepada aspek formil yang berkaitan dengan penuntutan atau pemeriksaan perkara tersebut oleh pengadilan. Sedangkan aspek materiil perkara tersebut tidak berada dalam lingkup eksepsi.
Dalam perkara terkait insiden atau kejadian di Jalan KS. Tubun, Petamburan, Jakarta Pusat (Jakpus) tersebut, JPU Kejagung dan Kejari Jaktim mendakwa Moch. Rizieq alias Habib Muhammad Rizieq Shihab bin Sayyid Husein Shihab, H. Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas bin Alwi Alatas, Idrus Alias Idrus Al Habsyi, dan Maman Suryadi.
Dugaan pelanggaran hukum itu terjadi pada 13 November 2020. Dalam perkara ini, JPU menjerat Rizieq dkk melanggar dakwaan kesatu, yakni Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan Rizieq Shihab dkk itu atau melanggar dakwaan kedua, yakni Pasal 216 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau ketiga, Pasal 93 UU Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan tersebut atau melanggar dakwaan keempat, yakni Pasal 14 Ayat (1) UU Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan kelima, Pasal 82A Ayat (1) juncto Pasal 59 Ayat (3) huruf c dan d UU Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi UU junco Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 Ayat (1) KUHP.