Jakarta, Gatra.com – Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menyita berbagai aset diduga terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri, di antaranya milik tersangka Benny Tjokrosaputro (Bentjok), Heru Hidayat, dan lain-lain.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagun, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, pada Selasa (30/3), menyampaikan, penyitaan berbagai aset ini dilakukan untuk menutupi kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp23,7 triliun.
Sebelumnya, Kejagung melakukan penyitaan terkait kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara Rp16 triliun dan terdakwanya di antaranya menjadi tersangka dalam kasus Asabri. Mereka telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Bahkan, putusan terhadap 6 terdakwa di tingkat pengadilan pertama itu sudah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Kejagung dalam perkara ini, di antaranya telah menyita berbagai aset dan membilokir rekening keuangan terdakwa Bentjok selaku direktur utama PT Hanson International.
Terkait penyitaan tersebut, pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Somawijaya, kepada wartawan menyampaikan bahwa sesuai hukum yang berlaku, penyidik Kejagung berwenang melakukan penyitaan aset-aset yang diduga terkait kasus korupsi.
Namun demikian, lanjut dia, penyidik harus hati-hati dalam melakuka penyitan tersebut. Ia berpendapat, penyidik harus sejak awal memisahkan atau memilah aset-aset terdakwa.
Menurutnya, pemisahan ini dilakukan untuk mengkualifikasi aset-aset yang diduga perolehannya terkait kasus korupsi dan yang bukan dari hasil tindak kejahatan. Pasalnya, belum tentu semua aset tersangka maupun terdakwa itu seluruhnya merupakan hasil dari tindak pidana korupsi. "Bisa saja kan mereka juga punya pekerjaan lain yang menambah aset hartanya," kata dia.
Menurutnya, jika jaksa penyidik maupun penuntut umum tidak memisahkan harta yang diduga terkait korupsi dan sebaliknya, itu merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Penegak hukum harus menerapkan asas kehati-hatian hingga proses hukum di persidangan.
Kemudian, majelis hakim juga harus meneliti aset-aset tersebut dan tidak boleh langsung menyatakan semua aset yang disita ini terkait pidana korupsi meksipun awalnya diduga sesuai dengan hasil perhitungan kerugian negara. "Harus dibuktikan dan dipisah," ujarnya.
Dalam persidangan, kata Somawijaya, pihak terdakwa ataupun kuasa hukumnya diberikan kesempatan ?untuk membuktikan bahwa aset-aset yang disita penegak hukum ini terkait pidana atau tidak.