Surabaya, Gatra.com - Aksi kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Kali ini, aksi brutal menimpa Nur Hadi pada Sabtu (27/3), salah seorang jurnalis majalah Tempo yang bertugas di Surabaya.
Nur Hadi mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh sejumlah oknum diduga polisi dan TNI di Gedung Pertemuan Graha Samudra Bumimoro. Atas kejadian tersebut, Hadi bersama tim kuasa hukumnya lalu melaporkan insiden tersebut ke polisi.
"Iya, kejadiannya kemarin (28/3). Mulai malam sampai pagi jam 01:00 WIB," kata Hadi membenarkan secuil kronologis kejadian usai melapor ke Mapolda Jawa Timur, Senin (29/3).
Saat ini, Hadi memilih irit bicara mengenai insiden tidak mengenakkan yang menimpanya sembari menunggu kepolisian memproses laporannya tersebut. Menurut informasi yang diterima Gatra, polisi sedang melakukan rekonstruksi perkara lokasi kejadian.
Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Surabaya Eben Haezer mengatakan, pelaporan tersebut memenuhi sejumlah unsur pelanggaran hukum. Antara lain, pasal 170 KUHP, pasal 351 KUHP, pasal 355 KUHP, dan pasal 18 UU Pers.
"Itu yang kami laporkan dan sudah ada proses BAP (berita acara pemeriksaan). Kami harap dalam waktu dekat, polisi akan memanggil sejumlah saksi-saksi. Untuk itu, kami apresiasi kepolisian yang dengan sigap dan cepat menerima laporan yang kami lakukan," kata Eben.
Menurutnya, insiden tersebut merupakan murni tindakan menghalang-halangi kinerja pers. Padahal, ada mekanisme yang legal apabila yang bersangkutan, sebagai narasumber, tidak ingin diliput oleh media.
Menerapkan tindakan kekerasan kepada jurnalis yang sedang melakukan tugas jurnalistiknya, tentu bukan cara yang dibenarkan. Apalagi, saat tindak kekerasan tersebut justru dilakukan oleh oknum yang diduga kuat anggota kepolisian dan TNI.
"Berdasarkan pengakuan (korban), ada juga oknum anggota TNI yang melakukan kekerasan. Maksudnya turut terlibat dalam aksi kekerasan tersebut dengan menggiring mas Nur Hadi ke Polres KP3 (Polres Pelabuhan Tanjung Perak). Kami melihat, harusnya (aparat) menempuh jalur hukum, bukan kekerasan," tuturnya.
Ditanya soal kekerasan fisik, Eben menjelaskan bahwa korban mengalami luka lebam di area wajah. Hal itu sudah dibuktikan dalam hasil pemeriksaan visum yang dilakukan selama pelaporan di Mapolda Jawa Timur kemarin.
Beruntung, luka akibat penganiayaan oleh oknum aparat tersebut tidak terlalu parah. Tim Kuasa Hukum Deryl Cholif memastikan bahwa korban masih dapat menjalankan tugas dan kewajibannya secara aman berdasarkan UU Pers yang berlaku.
Meski demikian, dirinya menilai bahwa ada dampak negatif lainnya yang lebih merugikan bagi korban. Yakni, trauma psikologis akibat dari aksi penganiayaan tersebut. Untuk itu, dirinya memutuskan untuk memberi perlindungan kepada korban sembari menunggu kepolisian dalam mengusut kasus tersebut.
Hal senada dilontarkan Tim Redaksional Majalah Tempo dalam keterangan tertulisnya. Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Wahyu Dhyatmika memandang apa yang dilakukan oknum aparat tersebut telah melanggar pasal 170 KUHP dengan ancaman 5 tahun kurungan.
Untuk itu, Wahyu berharap kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut hingga menyeret pelakunya ke meja hijau. Selain itu, ia juga berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya di Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses pelaku secara disiplin profesi.
"Menghimbau semua pihak untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers, demi terjaminnya hak publik untuk tahu dan mendapatkan informasi yang akurat mengenai isu-isu yang penting bagi orang banyak," kata Wahyu dalam salah satu point pada keterangan tertulis yang diterima wartawan.
Ia juga mengimbau kepada semua jurnalis agar tetap patuh pada UU nomor 40/1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan regulasi lain yang sah.
Sehingga, insan pers diharapkan tidak takut menjalankan fungsinya sebagai kekuatan kontrol sosial, khususnya terhadap kasus korupsi dan perilaku pihak-pihak yang gandrung kepada kekerasan.
Terkait kronologis kejadian menurut penuturan korban yang beredar melalui pesan Whatsapp, aksi kekerasan yang menimpa Hadi berawal saat dirinya akan meliput kasus dugaan suap yang saat ini sedang ditangani oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Kasus tersebut diduga melibatkan mantan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji.
Hadi yang bermaksud meliput kasus tersebut mendapat informasi bahwa Angin sedang berada di Gedung Pertemuan Graha Samudra Bumimoro. Mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu tersebut sedang menghadiri pernikahan anaknya dengan putri mantan Karo Perencanaan Polda Jawa Timur Kombes Ahmad Yani.
Karena ternyata Ahmad dan Angin adalah besan, suasana pernikahan yang digelar di gedung tersebut penuh dengan penjaga sejumlah aparat kepolisian dan TNI. Hadi menyadari hal itu saat dirinya tiba di lokasi kejadian pada pukul 18:25 Sabtu kemarin.