Jakarta, Gatra.com - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya menyebutkan strategi vaksinasi di DKI Jakarta masih berjalan lambat. Permasalahan ini yang membuat vaksinasi menjadi tidak sesuai target.
Berdasarkan data dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang menjadi rujukan Ombudsman, Wilayah Jakarta ditargetkan orang yang divaksin sebanyak 30.689 orang yang harus tercapai di bulan Janjuari sampai dengan April 2021. Target tersebut belum terpenuhi karena total orang yang baru vaksinasi dosis 1 baru 925.387 (30,8%) dan dosis 2 baru 258.405 (8,6%). yang terdiri dari tenaga kesehatan, lanjut usia, dan pelayan publik.
Adapun target orang Jakarta yang divaksin adalah 8.815.157 orang yang dibagi jadi 4 tahapan. Dengan kata lain, untuk mencapai target 8.815.157 sampai Maret 2022, Jakarta harus melakukan vaksinasi sebanyak 587.677 secara stabil.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho menyebutkan, salah satu permasalahan terdapat di kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang kerap mengubah target vaksinasi di setiap tahapan dengan cepat dan level otoritasnya yang mengeluarkannya.
Hal ini menurut Teguh dapat memberatkan tenaga kesehatan karena tidak punya kompetensi untuk memilah data yang indikatornya berubah-ubah.“Para nakes dididik sehingga memiliki kompetensi untuk memberi pelayanan termasuk vaksinasi tapi tidak memiliki kompetensi untuk memilah data, apalagi indikator datanya berubah terus dan luasnya interpretasi terhadap indikator tersebut,“ ucap Teguh dalam siaran pers yang dirilis pada Senin (29/03).
Luasnya interpretasi menurut Ombudsman berkaitan dengan UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Penyelenggara Pelayanan Publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Luasnya interpretasi tentang penyelenggara pelayanan publik ini mengakibatkan banyaknya pihak yang meminta vaksin. Berdasarkan temuan Ombudsman di Dinas Kesehatan DKI Jakarta (Dinkes DKI Jakarta) terdapat pihak-pihak yang mengklaim sebagai penyelenggara pelayanan publik termasuk ormas, partai politik, dan kelompok masyarakat untuk dalam dokumen permintaan vaksin.
Teguh menyebutkan bahwa Dinkes melakukan maladministrasi karena terdapat ruang penambahan vaksin yang tidak sesuai target akibat dari tidak mampunya pihak Dinkes melakukan proses verifikasi data.
“Dan di sinilah ruang untuk penambahan target vaksin yang tidak sesuai dengan tahapan tersebut, dan pada akhirnya Dinkes melakukan maladmintrasi terus menerus karena memberikan vaksin kepada pihak yang tidak masuk ke dalam target tahapan tersebut,” ucap Teguh.
Ombudsman menilai hal ini adalah pemberian kesempatan khusus kepada pihak tertentu yang memiliki akses terhadap penyelenggara vaksinasi, kekuatan politik, dan hierarki kekuasaan.
Permasalahan lain yang menghambat laju vaksinasi ada di sistem informasi satu data vaksinasi COVID-19 yang dibuat untuk mengintegrasikan data dari berbagai sumber menjadi satu data dan menghindari informasi data ganda.
Dilansir dari situs resmi (KPCPEN), sistem ini mendata penerima vaksin melalui filtering data individu penerima vaksin prioritas (by name, by address). Data ini kemudian menjadi aplikasi pendaftaran vaksin pemerintah dan mandiri, dan memetakan supply serta distribusi vaksin dengan lokasi vaksinasi. Selain itu, Sistem yang akan diintegrasikan ini juga akan memonitor hasil pelaksanaan vaksinasi.
Teguh menyebutkan bahwa sistem ini gagal mengklasifikasikan target vaksinasi sesuai tahapan yang dimaksud. Hal ini menurutnya mengakibatkan banyaknya tenaga kesehatan yang tidak terdaftar sehingga ditambahkannya proses vaksinasi dengan sistem bottom up.
Dilansir dari situs resmi Persatuan Rumah Sakit Swasta Indonesia (PERSI), mekanisme bottom up adalah sistem pendataan sasaran yang dilakukan secara kolektif oleh instansi/badan usaha/lembaga/organisasi maupun oleh perangkat daerah, puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan. Adapula mekanisme top down yang merupakan mekanisme pengumpulan data sasaran yang bersumber dari kementerian/lembaga/badan usaha/instasnsi terakit atau sumber lainnya meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama, tanggal lahir, nomor kontak, dalam tempat tinggal.
Pendataan vaksinasi secara bottom up menurut Teguh menjadi pekerjaan tambahan bagi tenaga kesehatan karena sebelumnya dipersiapkan untuk melaksanakan mekanisme top down. Tenaga kesehatan menurutnya tidak memiliki kesiapan dan kompetensi untuk melakukan pemilihan data untuk verifikasi.