Jakarta, Gatra.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, bercerita tentang kecintaannya terhadap tanaman dan lingkungan saat dianugerahi Gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) University.
Dalam pidatonya, Doni memaparkan kecintaannya kepada alam itu didasari pengalaman bertahun-tahun berlatih di hutan dan penugasan operasi militer di beberapa daerah. Apalagi tiap bertugas, Doni juga dibekali komitmen untuk menanam, merawat dan melestarikan tanaman di mana pun dirinya berada.
Doni pun bercerita, kegiatan menanamnya dimulai dengan menanam pohon di Asrama Brigif Para Raider III/Tri Budi Sakti Kostrad yang tandus, di Kariango, Sulawesi Selatan, yang merupakan sumbangan dari alm. Andi Tendri Onigapa, pimpinan Panin Peduli Makassar.
"Setelahnya, dilanjutkan dengan pembibitan Trembesi, serta menanamnya di banyak tempat di Sulawesi Selatan termasuk di Lapangan Karebosi dan Bandara Sultan Hasanuddin," kata Doni saat sidang penganugrahan di IPB University, Sabtu (27/3).
Setelah pindah tugas di Paspampres pun, Doni mengaku kecintaannya terhadap tanaman tidak luntur. Buktinya, Doni aktif membangun sebuah kebun bibit trembesi di Cikeas akhir November 2008, dan pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2009, bibit trembesi tersebut dibagikan di Istana Merdeka.
"Selanjutnya, tahun 2010 saya mengembangkan kebun bibit di Rancamaya. 100.000 bibit trembesi ditanam di wilayah Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dan DKI Jakarta, termasuk di sepanjang Kota Kudus, Jawa Tengah," ceritanya.
Berkat pengetahuan tentang tanaman ini, Doni mengaku merasa banyak terbantu ketika ditugaskan sebagai Kepala BNPB. Contohnya, Untuk mitigasi daerah longsor dengan kemiringan lereng diatas 30 derajat, dirinya punya pengetahuan lebih untuk meminta ditanam beberapa jenis pohon berakar kuat seperti Sukun, Aren, Alpukat, dan Kopi. Sedang, untuk lahan rawan longsor dengan kemiringan yang lebih curam, bisa ditanam Vetiver atau akar wangi.
"Artinya, mitigasi berbasis ekosistem harus menjadi strategi utama kita dalam menghadapi potensi bencana, mengingat Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari 35 negara dengan tingkat risiko ancaman bencana tertinggi di dunia," ungkapnya.