Jakarta, Gatra.com - RJ Lino selaku mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi terkait proyek pengadaan 3 (tiga) unit Quay Container Crane (Qcc) di Pelindo II (Persero) tahun 2010 akhirnya resmi ditahan KPK.
KPK sebelumnya telah menetapkan dan mengumumkan RJ Lino sebagai tersangka pada bulan Desember tahun 2015.
Perkara ini dimulaui Tahun 2009, saat PT Pelindo II (Persero) melakukan pelelangan pengadaan 3 Unit QCC dengan spesifikasi Single Lift untuk Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak yang dinyatakan gagal sehingga dilakukan penunjukan langsung kepada PT BI (Barata Indonesia). Namun penunjukan langsung tersebut juga batal karena tidak adanya kesepakatan harga dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada Standar Eropa.
RJ Lino selaku Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) diduga melalui disposisi surat memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik Ferialdy Noerlan untuk melakukan pemilihan langsung dengan mengundang 3 (tiga) perusahaan, yaitu Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co. Ltd (ZPMC), Wuxi, HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd (HDHM) dari China, dan Doosan dari Korea Selatan. pada 18 Januari Tahun 2010
Sebulan setelahnya pda Februari 2010, Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT. Pelindo II (Persero) tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo II (Persero), dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang atau Jasa Produksi Dalam Negeri. Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri. Adapun Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II (Persero) tersebut menggunakan tanggal mundur (back date) sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan.
"Penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJL (RJ Lino) dengan menuliskan disposisi "GO FOR TWINLIFT" pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik padahal pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan bahwa produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis karena barangnya merupakan standar China dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar China," jelas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat (26/3).
Bulan Maret 2010, RJ Lino diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM dan memberi disposisi kepada Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha Saptono Irianto juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC Twin Lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.
Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II (Persero) pada pihak HDHM, RJ Lino diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan dari Direktur Keuangan dengan jumlah uang muka yang dibayarkan mencapai USD 24 juta yang dicairkan secara bertahap.
Penandatanganan kontrak antara PT Pelindo II (Persero) dengan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung dan begitu pun setelah kontrak ditandatangani masih dilakukan negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai Owner Estimate (OE).
Untuk pengiriman 3 unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak dilakukan tanpa commision test yang lengkap dimana commission test tersebut menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya serah terima barang.
Harga kontrak seluruhnya USD15,554,000 terdiri dari USD 5,344,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang, USD4,920,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang dan USD 5,290,000 untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.
"KPK telah memperoleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut hanya sebesar USD2.996.123 untuk QCC Palembang, USD 3.356.742 untuk QCC Panjang dan USD 3.314.520 untuk QCC Pontianak," ungkap Alex.
Bahwa selain itu akibat perbuatan RJ Lino ini, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan 3 unit QCC tersebut sebesar USD 22,828,94 sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang 3 unit QCC tersebut BPK tidak menghitung nilai kerugian Negara yang pasti karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh.
"Sebagaimana surat BPK tertanggal 20 Oktober 2020 perihal surat penyampaian laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian Negara atas pengadaan Quayside Container Crane (QCC) Tahun 2010 pada PT Pelabuhan Indonesia II," pungkas Alex.