Home Hukum KPK Gelar Rakor, Rawan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

KPK Gelar Rakor, Rawan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

Sukoharjo, Gatra.com - Pengadaan barang dan jasa pemerintah masih menjadi celah yang paling rawan di korupsi. 

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat menggelar Rakor Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Lantai 10 Gedung Menara Wijaya, Setda Sukoharjo, Rabu (24/3). 

Hadir dalam kegiatan itu seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), kontraktor, dan juga pengembang perumahan.

Alex mengatakan, KPK akan melakukan penilaian melalui alat monitoring, yakni Monitoring Center for Prevention (MCP) guna mencegah korupsi. MCP sendiri merupakan cerminan sistem pengendalian internal dalam proses perencanaan, pengadaan, perizinan, termasuk optimalisasi pendapat daerah.

Delapan sektor yang akan di monitoring, masing-masing perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa (PBJ), pelayanan terpadu satu pintu, kapabilitas APIP, manajemen ASN, optimalisasi pendapatan daerah, manajemen aset daerah, serta tata kelola dana desa.

Dari delapan itu dipetakan berdasarkan kajian pada titik paling rawan, yang sering muncul kasus-kasus korupsi. Misalnya perencanaan anggaran, umumnya yang terlibat adalah anggota DPRD, baik pusat atau daerah. Bahkan sering kali, dalam proses perencanaan kegiatan yang direncanakan bukan mengakomodir kepentingan masyarakat, namun seringkali mengakomodir pihak pihak-pihak tertentu.

"Kalau perencanannya sudah diatur pasti pelaksanaannya tidak jelas, hanya formalitas. Bisa mark up, spek diturunkan," katanya.

Menurut Alex, dari delapan sektor itu, sektor paling rawan terjadi korupsi adalah PBJ. Dalam PBJ bisa terjadi persekongkolan, baik antara pengusaha dengan petugas lelang atau bisa sesama pengusaha. Sementara jika sesama pengusaha, antara lain dengan bagi-bagi wilayah, dimana sudah banyak sekali kasus. Untuk menghindari korupsi, proses lelang PBJ harus akuntabel dan transparan.

"Sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) menjadi sektor paling rawan terjadinya korupsi, dan kita upayakan untuk melakukan perbaikan," terangnya

Sektor lainnya yang juga rawan adalah terkait perizinan, dimana ada titik celah untuk melakukan korupsi. Bisa berupa suap dari pengusaha agar izin tertentu bisa cepat keluar, dan lainnya.

"Tapi, sering juga pengusaha tidak ada cara lain selain memberikan sesuatu agar izin lancar. Contoh pengembang ingin membangun perumahan di lokasi tertentu dimana lokasi itu jelas-jelas tidak boleh karena lahan hijau, tapi pengembang memaksa hingga akhirnya menyuap pejabat agar izin keluar," ucapnya.

Disisi lain, ada juga pemerasan oleh pejabat atau birokrat yang seakan-akan mengisyaratkan izin tidak akan keluar jika tidak memberikan sesuatu. Selain itu, pengelolaan dana desa juga rawan. Dimana rata-rata tiap desa menerima Rp 1 miliar, belum dari APBD. 

"Banyak perkara korupsi terkait dana desa karena tidak semua kades memiliki kemampuan atau kapasitas untuk peng-administrasian keuangan yang baik," ujarnya.

Alex menuturkan, Rakor Pencegahan Korupsi Terintegrasi ini merupakan kegiatan yang mempunyai tujuan agar sistem pemerintahan di Kabupaten Sukoharjo bisa berjalan dengan baik, tata kelola pemerintahan berjalan baik, masyarakat terlayani dengan baik dan tidak ada lagi korupsi.

Disinggung efektif atau tidak kegiatan itu dalam upaya pencegahan korupsi di daerah, Alex mengaku nantinya yang merasakan masyarakat. Yang jelas, KPK berpaya memperbaiki tata kelolanya. Misalnya soal perizinan, perumahan dan lainnya. 

Kalau yang kurang baik, ujarnya, KPK akan memperbaiki dengan melakukan pemetaan dan dipadukan dengan laporan masyarakat yang diterima KPK.

Bupati Sukoharjo, Etik Suryani menyambut baik upaya KPK untuk melaksanakan pencegahan korupsi terintegrasi, fokus dan terukur pada delapan area intervensi di daerah. 

Bupati juga menyampaikan beberapa hal, yakni pada vendor penyedia barang dan jasa selaku mitra pemerintah daerah, diharapkan bisa memanfaatkan kesempatan tersebut sebagai sarana pembelajaran agar bisa lebih meningkatkan akuntabilitas dalam melaksanakan penyediaan barang dan jasa. 

Pada pengembang perumahan diharapkan bisa lebih memahami kewajibannya untuk menyerahkan prasarana, sarana utilitas (PSU) untuk mendukung tata kelola aset daerah yang lebih baik.

"Pada jajaran OPD agar lebih fokus melakukan pembenahan dan penyempurnaan pada area-area intervensi sehingga mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel serta bersih dari praktik korupsi," tandas Bupati.

644

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR