Cilacap, Gatra.com – Petani di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menolak rencana pemerintah untuk mengimpor beras, meski dengan dalih cadangan ketahanan pangan. Pasalnya, stok gabah dan beras di kabupaten wilayah lumbung pangan nasional ini masih berlimpah.
Ketua Serikat Tani Mandiri (STAM) Cilacap, Petrus Sugeng mengatakan petani baru saja panen raya masa tanam pertama (MT 1) dengan panen yang cukup memuaskan lantaran kondisi cuaca yang baik dan minimnya serangan hama.
“Sangat disayangkan kalau pemerintah tetap memaksakan impor beras. Karena kita di lapangan setiap harinya mengetahui, dan tahu persis, terkait dengan harga beras,” katanya.
Selain itu, kata dia, gabah panen petani pada MT 2 tahun 2020 pun masih banyak yang disimpan dan belum terjual. Pasalnya, serapan pasar gabah dan beras sangat minim.
“Termasuk juga karena habis panen raya. Sementara, beras (gabah) panen tahun lalu saja masih banyak yang belum terkonsumi, atau terjual, atau terdistribusi,” ucapnya.
Kondisi ini menyebabkan harga gabah dan beras di tingkat petani semakin menurun. Saat ini harga gabah kering giling di tingkat petani berkisar antara Rp3.500 hingga Rp3.800 per kilogram. Dalam kondisi normal, panen MT 1 petani biasa dijual dengan harga antara Rp4.500 hingga Rp5.000 perkilogra, tergantung kualitas dan varietas padinya.
“Harganya sangat rendah. Petani yang dirugikan,” ujarnya.
Sugeng mengaku khawatir, impor beras akan semakin mencekik petani. Pasalnya, saat ini petani tidak bisa menjual gabah karena stok melimpah dan minimnya serapan pasar. Kalau pun berhasil menjual, gabah petani berharga sangat murah. Impor akan menyebabkan harga semakin jatuh.