Jakarta, Gatra.com - Penyaluran program perlindungan sosial untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 di Indonesia diwarnai berbagai masalah. Hal itu menjadikan penyaluran bantuan sosial (bansos) belum maksimal, terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki atau mengalami kehilangan data dari catatan kependudukan.
Pada 2021, pemerintah menyiapkan anggaran sekitar Rp110 triliun untuk program perlindungan sosial bagi masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Anggaran tersebut membutuhkan rencana, tatakelola, dan komitmen yang tinggi dari berbagai pihak agar penyaluran bantuan tepat ke masyarakat.
Tema itu menjadi pembahasan dalam webinar bertajuk ““Perlindungan Sosial dalam Respon Covid-19: Perlindungan dan Layanan Sosial yang Inklusif” yang diselenggarakan UNICEF Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Sosial RI. Kegiatan tersebut menjadi puncak dari Dana Perwalian Multi Mitra Covid-19 PBB yang dikelola Kantor Sekretaris Jenderal PBB sebagai program untuk melindungi populasi yang paling rentan.
Wakil Representatif UNICEF di Indonesia, Robert Grass mengatakan, pandemi Covid-19 telah menciptakan situasi ekonomi yang parah bagi banyak orang secara global. “Kehadirannya mengancam akan membatalkan kemajuan dalam pengentasan kemiskinan selama bertahun-tahun,” ujar Grass dalam konferensi pers virtual pada Selasa, 23 Maret 2021.
PBB memperkirakan lebih dari 200 juta orang akan jatuh miskin akibat virus corona, selain 700 juta orang yang hidup dalam kemiskinan. Anak-anak mewakili sekitar setengah dari angka-angka ini dan akan terkena dampak yang tidak proporsional.
Di Indonesia, survei sosial ekonomi baru-baru ini yang dilakukan oleh UNICEF, UNDP dan PROSPERA mengungkapkan, pandemi berdampak negatif pada keluarga dengan anak. Sebanyak 75% rumah tangga dengan anak-anak mengalami kehilangan pendapatan, proporsi keluarga dengan anak-anak yang menghadapi rawan pangan meningkat menjadi 11,7%.
Di sisi lain, sebanyak 13% keluarga dengan anak-anak di bawah 5 tahun belum divaksinasi dan 57% menemukan diri mereka sendiri tidak memiliki internet yang andal, sehingga peluang nyata dari kerugian belajar. “Di tengah krisis, kami menyaksikan betapa cepatnya pemerintah dapat memperluas dan meningkatkan program Perlindungan Sosial,” ucap Grass.
Pada 2020, setidaknya terdapat 10 program perlindungan sosial yang secara khusus ditujukan untuk melindungi penduduk terdampak agar tidak jatuh atau jatuh lebih dalam kemiskinan. “Hal ini berdampak besar pada yang paling miskin: 85% dari populasi rentan yang terdaftar menerima setidaknya satu bentuk perlindungan sosial pemerintah dan 67% menyatakan bahwa bantuan tersebut bermanfaat,” ia menambahkan.
Perluasan program perlindungan sosial tersebut berkontribusi pada kesejahteraan anak terutama dalam hal konsumsi gizi yang memadai, akses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Sebuah studi yang didukung UNICEF tentang “Dampak Covid-19 pada Kemiskinan Anak di Indonesia” mengungkapkan bahwa tanpa bantuan darurat pemerintah, 13,5% anak di Indonesia akan hidup di bawah garis kemiskinan resmi pada 2020 --setara dengan peningkatan 1,3 juta anak yang hidup di bawah kemiskinan. Perluasan Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan dampak paling signifikan terhadap penurunan kemiskinan anak tersebut.
Dana Perwalian Multi-Mitra (MPTF) Covid-19 diluncurkan pada April 2020 untuk membantu negara-negara memperlambat penularan Covid-19, serta melindungi kelompok yang paling rentan dari efek merusak pandemi, seperti jatuh miskin atau terperosok ke kemiskinan yang lebih dalam.
“UNICEF merasa terhormat menjadi bagian dari program ini. UNICEF bekerja sama dengan Kementerian Sosial telah melaksanakan 10 inisiatif bersama dalam bentuk penguatan kapasitas, pelatihan, analisis penelitian kebijakan, dan menghubungkan anak dan keluarga yang paling rentan dengan layanan sosial yang sesuai,” katanya.
Di tingkat daerah, UNICEF telah bekerja sama dengan Universitas Indonesia (UI) untuk melakukan analisis anggaran dari program bantuan sosial di NTB, NTT, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur untuk meningkatkan perlindungan sosial yang berfokus pada anak. Lebih lanjut, selain memberikan bantuan sosial, layanan sosial yang berkualitas dan dapat diakses memegang peran penting dalam melindungi masyarakat yang terkena dampak Covid-19.
UNICEF mengakui kekritisan pekerja sosial yang berperan dalam sistem perlindungan anak, seperti program Layanan Perlindungan Anak Terpadu (PKSAI) untuk mencegah dan menanggapi segala bentuk kekerasan, eksploitasi dan penelantaran terhadap anak.
“Kami menemukan jati diri pada penutupan MPTF (Multi-Partner Trust Fund Office) di mana kami dapat merefleksikan temuan Covid-19 yang muncul tentang kehidupan anak-anak, dan pentingnya perlindungan sosial dan layanan sosial untuk melindungi anak-anak dari kemiskinan multidimensi,” ujar Grass.
Kolaborasi Kemensos dan UNICEF di MPTF menurutnya mampu memperkuat kapasitas, meningkatkan pemetaan, pelatihan, pengembangan kebijakan, penelitian dan analisis, yang hasilnya mencapai ratusan ribu orang. “Kami dengan senang melaporkan bahwa Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan PBB telah berhasil mencapai tujuannya untuk menempatkan orang-orang yang rentan sebagai pusat misinya,” tutup Grass.
Diketahui kegiatan webinar tersebut turut dibuka oleh Menteri Sosial RI, Tri Rismaharini. Dialog kebijakan diisi oleh beberapa pakar seperti Direktur Jenderal Linjamsos, Pepen Nazaruddin; Peneliti Senior LPEM-UI, Prani Sastiono; Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos, Kanya Eka Santi; dan Koordinator Program Covid-19, Muchammadun. Hadir dalam pemaparan Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial, Adhy Karyono.