Jakarta, Gatra.com- Peneliti dari University of Queensland, Dr. Sonia Roitman, menyatakan bahwa komunitas berpagar (gated communities) dan ketidaksetaraan sosial di Indonesia berkaitan satu sama lain.
Hal itu ia ungkapkan saat menjadi pembicara di acara P2K Urban Lecture Series #2 bertajuk “Gated Communities and Inequality in Indonesia” yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kependudukan LIPI melalui pertemuan virtual, Selasa, (23/3).
“Ketidaksetaraan mendorong pertumbuhan komunitas berpagar dan ketidaksetaraan ini juga direproduksi oleh komunitas berpagar itu sendiri,” ungkap Sonia dalam presentasi hasil penelitiannya di Indonesia.
Istilah “komunitas berpagar” biasa diartikan sebagai sebuah tipe perumahan eksklusif yang mengatur ketat keluar-masuk warga yang bukan penghuni perumahan tersebut. Komunitas berpagar juga biasa dicirikan oleh bangunan rumah dengan tembok tinggi dan pagar.
Sementara menurut Sonia komunitas berpagar adalah pemukiman yang diduduki oleh kelompok sosial yang homogen yang ruang publiknya telah diprivatisasi. Akses masuk ke dalamnya dibatasi oleh satuan keamanan di pintu gerbang.
“Rumah-rumah mereka (penghuni komunitas berpagar) berkualitas tinggi dan punya layanan dan kenyamanan yang hanya bisa digunakan oleh penghuninya yang membayar biaya perawatan rutin wajib,” terangnya.
Sonia melihat bahwa kemunculan komunitas berpagar di Indonesia berkembang cepat. Menurut hasil penelitiannya, perkembangan komunitas berpagar secara umum didasari oleh dua penyebab, yaitu penyebab struktural dan penyebab individual.
Penyebab-penyebab strukturalnya meliputi empat hal: tumbuhnya ketidaksetaraan kehidupan sosial urban, meningkatnya investasi asing dan pengaruh pengembang, keengganan pemerintah untuk menyediakan layanan, dan meningkatnya angka kejahatan (kriminal) urban.
Sementara penyebab-penyebab individualnya mencakup hal-hal berikut: meningkatnya rasa takut akan kriminal urban, pencarian gaya hidup yang lebih baik, pencarian rasa kebersamaan, pencarian kesamaan (homogenitas) sosial, dan pencarian status sosial yang lebih tinggi.
Kehadiran komunitas berpagar di Indonesia membawa berbagai dampak. Namun, menurut Sonia, dampak terburuknya adalah soal ketidaksetaraan pendapatan. “Komunitas berpagar membuat ketidaksetaraan pendapatan jadi lebih jelas terlihat di perkotaan dan bahkan kehadirannya berkontribusi pada ketidaksetaraan itu sendiri,” jelasnya.
“Komunitas berpagar di Indonesia menunjukkan dan mereproduksi ketidaksetaraan,” pungkasnya.