Jakarta, Gatra.com- Pengurus Koperasi Angkatan Udara (PUKADARA) mengirimkan surat teguran kepada PT Saranagraha Adisentosa terkait sengketa lahan Matoa Golf Course & Country Club di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Jumat (19/03) lalu. Dalam surat tersebut, PUKADARA meminta PT Saranagraha Adisentosa yang merupakan pengelola untuk menghentikan operasional Matoa Golf serta menyerahkan lahan sebelum 26 Maret 2021.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi, berpendapat, PUKADARA seharusnya mengedepankan jalur hukum ketimbang mengirimkan surat teguran. Hal ini dikarenakan PT Saranagraha Adisentosa sudah menggugat TNI AU ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (11/03) dengan dugaan pelanggaran perjanjian Golf Course & Country House.
Khairul mengatakan bahwa PUKADARA seharusnya mengikuti pengadilan seandainya memiliki landasan untuk mengambil alih lahan seluas 60 hektare yang dikelola PT Saranagraha Adisentosa tersebut.
"Toh, kalau memang TNI AU merasa punya argumen yang kuat, kenapa harus takut untuk sampai di pengadilan? Tinggal disampaikan saja argumen-argumen itu. Biar hakim yang menilai," ujar Khairul melalui sambungan telepon pada Senin (22/03).
Upaya menempuh jalur hukum menurut Khairul adalah bentuk kesadaran TNI AU untuk menghormati hukum.
Adapun upaya menggugat yang dilakukan PT Saranagraha Adisentosa dianggap sudah tepat. Sengketa menurut Khairul harus diselesaikan di pengadilan karena setiap perjanjian pasti terdapat lembaga penyelesaian sengketa yang ditunjuk.
Lahan Matoa Golf sendiri merupakan Barang Milik Negara (BMN) dan belum mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan. Status BMN tersebut menjadi salah satu landasan bagi TNI AU untuk menghentikan kerja sama yang sudah berlangsung dari 18 Maret 1996. Meski begitu, Khairul menegaskan pengadilan adalah jalur terbaik untuk menyelesaikan sengketa.
"Yang terbaik diselesaikan secara hukum, toh, dalam hal ini TNI AU belum tentu kalah juga. Sebaiknya mengedepankan itu (hukum)," ucap Khairul.