Jakarta, Gatra.com - Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, saat ini kondisi penggelaran pipa dan kabel bawah laut belum teratur, tidak tertib, dan tidak tertata. Sehingga perlu diselaraskan dengan rencana tata ruang atau rencana zonasi laut.
Padahal, pipa dan kabel bawah laut merupakan dua infrastruktur strategis sebagai pendukung utama pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, dua infrastruktur ini termasuk kontributor penerimaan negara yang cukup besar.
“Kondisi ini tentunya menyulitkan pemerintah dalam memanfaatkan ruang laut secara optimal untuk kegiatan perikanan, perhubungan laut atau pelayaran, pengelolaan energi dan sumber daya mineral, dan kegiatan lainnya,” katanya di Jakarta, Senin (22/3).
Ketidaktertiban ini, lanjutnya, juga dapat menimbulkan konflik pemanfaatan ruang laut. Bahkan membuat pemerintah kesulitan dalam mengontrol penggelaran pipa dan kabel bawah laut.
“Sehingga pada 18 Februari 2021, Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Alur Pipa dan Kabel Bawah Laut,” ujarnya.
Aturan ini diharapkan menjadi acuan untuk menjamin penataan alur pipa dan kabel bawah laut di wilayah perairan nasional agar menjadi lebih tertib. Selain itu, regulasi ini diharapkan dapat memperkuat rencana tata ruang laut atau rencana zonasi. Untuk memberikan kepastian hukum berusaha dalam pemanfaatan ruang laut.
“Memberikan solusi terhadap permasalahan tumpang tindih pemanfaatan ruang laut untuk penyelenggaraan pipa dan kabel bawah laut dengan kegiatan pemanfaatan ruang laut lainnya,” jelas Trenggono.
Dalam Kepmen KP 14/2021 ini dilampirkan peta dan daftar koordinat 43 segmen alur pipa bawah laut, 217 segmen alur kabel bawah laut, dan 209 beach main hole. Termasuk empat lokasi landing station yang ditetapkan lokasinya di Batam, Kupang, Manado, dan Jayapura.
Ia menambahkan, penetapan alur pipa dan kabel bawah laut dapat dievaluasi satu kali dalam lima tahun, atau sewaktu-waktu oleh kementerian/lembaga terkait. Dengan kondisi terjadinya perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis, perubahan kondisi lingkungan, dan kejadian bencana.