Home Gaya Hidup Cerita Satpam Matoa yang Sedih Akibat Kasus Lahan dengan TNI

Cerita Satpam Matoa yang Sedih Akibat Kasus Lahan dengan TNI

Jakarta, Gatra.com - Sukardi mendadak pusing tatkala mendengar kabar bahwa tempat kerjanya, Matoa Golf Course and Country Club tersandung kasus lahan dengan pihak TNI AU. Kepala satpam itu mengaku hidupnya dan keluarga begitu terbantu berkat keberadaan Matoa.

 

Sukardi dan hampir 500 karyawan yang bekerja di perusahaan yang berlokasi di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan itu masih harap-harap cemas akan kelanjutan kasus itu yang akan diterima perusahaannya. "Kalau ditutup, saya mau cari makan di mana?" ujarnya dengan tatapan nanar saat ditemui di ruangannya, Sabtu (20/3).

Sambil menyulut rokoknya, pria yang dari awal sudah bekerja saat Matoa didirikan sejak 1993 silam itupun bercerita. Ia menyebut lahan golf perusahaannya semula memang lahan kosong milik TNI AU yang kemudian dipakai masyarakat sekitar untuk bertani. Ada juga yang menanam pohon pisang, pepaya, kemudian menjual buahnya untuk bertahan hidup.

Setelah itu, mendiang Bob Hasan datang dan 'menyulap' lahan menjadi hamparan arena golf. Sukardi mengatakan, meski tak ada perjanjian tertulis, Bob Hasan sangat mengutamakan warga sekitar Ciganjur untuk bekerja di perusahaannya itu. Namun siapa sangka, dari peluang yang diberikan Bob Hasan itu, justru mengubah keadaan ekonomi masyarakat sekitar.

"Jadi, secara ekonomi memang mengangkat warga sini, Ciganjur, Cipedak, Curug, Rawabadak, Kampung Utan, Krukut. Hampir 80% karyawan berasal dari (wilayah) sekitar," ujar dia.

Sukardi turut menyaksikan perubahan itu. Ia menyebut ada karyawan yang rumahnya dari bilik, setelah masuk kerja Matoa, ekonominya sudah membaik dan membangun rumahnya. Ada juga yang belum punya motor, kini bisa mengkredit motor.

Ia mengasumsikan satu karyawan bisa menafkahi 3-4 anggota keluarga. Dengan begitu, jika dikalikan dengan jumlah karyawan, Matoa mampu menghidupi 1.500 orang, bahkan lebih.

"Alhamdulillah termasuk saya, mungkin kalau saya enggak kerja di sini, enggak bisa kuliahkan anak saya. Karyawan sini banyak yang kuliahin anaknya. Kalau masih kayak dulu jadi petani atau kerja kasarlah, mungkin enggak sampai bisa begitu," papar pria berusia 55 tahun ini.

Ia tak mampu membayangkan apabila tempat kerjanya ditutup. Sebab itu akan berdampak sangat besar terhadap karyawan dan keluarga yang dinafkahi. Apalagi, saat ini keadaan cukup sulit karena pandemi Covid-19. Ia juga was-was karena sebentar lagi akan memasuki Ramadan.

Sukardi berharap pihak TNI AU bisa mendengar bahwa keberadaan Matoa sangat membantu banyak orang. Ia tetap menginginkan Matoa tetap berjalan. "Seandainya Matoa tutup, waduh. Ini sudah Covid, mau lebaran, ekonomi morat marit," katanya cemas.

Sebelumnya, Matoa yang dibawahi PT Saranagraha Adisentosa menjelaskan bahwa sebenarnya lebih memilih untuk berdiskusi daripada melayangkan gugatan ke pengadilan. Namun, pihak TNI AU tidak hadir untuk diskusi yang seharusnya berlangsung di Matoa. Direktur Utama Saranagraha Adisentosa, Reza Adi Renaldi menyatakan bahwa pihaknya akan tetap mengikuti prosedur hukum.

"Intinya adalah kita harus menghormati proses hukum. Apapun hasilnya dari proses sidang, itu yang kita lakukan," kata Reza.

Lahan seluas 60 hektare tersebut sedari awal memang termasuk lahan milik negara. PT Saranagraha Adisentosa bekerjasama dengan Yayasan Adi Upaya dari TNI AU pada tahun 1993 dan disubtitusikan ke Inkopau pada tahun 2008.

PT Saranagraha Adisentosa sebelumnya sudah melayangkan gugatan terhadap Induk Koperasi Angkatan Udara (Inkopau) beberapa waktu lalu. Ada pun isi gugatan dari PT Saranagraha Adisentosa adalah uang ganti rugi sebesar Rp100 miliar atas potensi kerugian yang ditimbulkan dari kasus ini.

2407