Kendal, Gatra.com - Tohirin, seorang petani tambak warga Desa Mororejo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Jawa Tengah, diancam akan digugat secara hukum, gara-gara mengambil air limbah pabrik yang dibawa kemudian dites di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kendal.
Menurut Tohirin, kasus ini bermula dari progam paguyuban petani tambak yang akan melakukan penanaman bibit bandeng 10.000 ekor dalam setiap hektarenya.
"Disamping tambak petani berdiri sebuah pabrik Samudera Beling yang memproduksi pecahan kaca untuk didaur ulang. Pabrik itu mengalirkan limbahnya ke sungai. Sungai itu adalah sumber air yang menyuplai kebutuhan air petani tambak," kata Tohirin, Jumat (19/3).
Untuk mensukseskan program paguyuban petani tambak yang digagas, ia bersama petani lain lantas mengambil sample air limbah di luar pabrik dan dibawa ke DLH Kendal.
Setelah itu, pihak DLH merespon dengan turun ke lapangan untuk mengecek kondisi yang sebenarnya dan memanggil pihak pabrik.
Atas ulahnya tersebut, Tohirin menerima sebuah ancaman melalui pesan singkat WhatsApp jika pihak pabrik akan menuntutnya dengan gugatan di pengadilan. Kabar yang beredar, Tohirin akan digugat atas pencemaran nama baik.
"Wa itu membuat saya kaget terus saya komunikasikan dengan paguyuban dan pemerintah desa. Paguyuban sepakat jika masalah akan dibawa ke ranah hukum ya siap," terangnya.
Kejadian ini sontak membuat geger dilingkungan petani tambak. Audensi dengan paguyuban petani tambak dengan menghadirkan pejabat dari DLH Kendal dan dihadiri puluhan petani tambak akhirnya digelar di aula Balaidesa Mororejo.
Audensi yang tidak dihadiri pihak pemilik pabrik dan hanya diwakilkan pengacara sempat kisruh. Pertemuan akhirnya membuahkan kesepakatan audensi akan kembali digelar dengan menghadirkan pemilik pabrik.
Suprayogi selaku pejabat pengawas lingkungan DLH Kendal mengatakan, pihaknya telah turun langsung ke lapangan mengecek limbah dan menutup pabrik daur ulang kaca di Mororejo. Bahkan, dalam kasus ini, DLH juga telah menjawab surat yang dikirimkan petani tambak.
"Permasalah disini sebenarnya hanya satu. Pesan WhatsApp itu saja. Pak Dian selaku pemilik pabrik akan memproses hukum petani. Padahal ngomong sama saya tidak," kata Yogi.
Dikatakan, untuk penyelesaian masalah ini hanya perlu proses mediasi dengan menghadirkan pihak pemilik pabrik.
Sementara itu, kuasa hukum pemilik pabrik Sugiharto mengatakan, sebagai kuasa hukum pihaknya berusaha bersilaturahim dengan masyarakat. "Kita sifatnya duduk bersama bukan ke ranah hukum," katanya.
Menurutnya, selaku kuasa hukum baru mengetahui persoalan tersebut secara sepihak dari kliennya. Maka duduk bersama diperlukan untuk mengetahui secara persis kasus yang ada. "Setelah ada konfirmasi dari masyarakat nanti kita konfrontir. Nanti ada titik keadilannya disana," ujarnya.
Terkait ancaman dalam pesan singkat WhatsApp, ia mengaku tidak tahu. Sebagai kuasa hukum pihaknya hanya menangani masalah limbah. Ketidak hadiran kliennya dalam mediasi, katanya, karena kliennya sedang berada di luar kota. Sugiharto menegaskan liennya siap dihadirkan jika sudah kembali dari luar kota.