Solo, Gatra.com- Selama pandemi Covid-19, volume limbah medis di kota Solo meningkat jumlahnya. Kenaikan ini seiring juga dengan naiknya operasional fasilitas kesehatan (faskes) yang tinggi karena menangani kasus infeksius.
Hal ini dikatakan oleh Kepala Seksi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Solo Heri Widianto mengatakan ada peningkatan limbah B3 sekitar 10 persen pasca pandemi Covid-19.
"Rata-rata hariannya limbah B3 itu dalam sehari mencapai 6-7 ton. Selama pandemi, naik sekitar 10 persen," katanya saat ditemui di Kantor DLH Kota Solo, Rabu (17/3).
Kebanyakan limbah yang dibuang yakni Alat Pelindung Diri (APD). Untuk pengelolaannya, sebagian fasilitas kesehatan mengelola sendiri, namun ada sebagian yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
Saat ini ada dua fasilitas kesehatan yang mengelola limbahnya secara mandiri. Pertama yakni RSUD dr Moewardi yang mengolah limbahnya dengan insinerator. Selain itu ada RS dr Oen Kandang Sapi Solo yang menggunakan sistem autoklaf. Autoklaf yakni pengolahan limbah yang ramah lingkungan.
Selain itu, seluruh fasilitas kesehatan di Kota Solo hampir semua dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Saat ini pihak ketiga yang beroperasi di kota Solo ada beberapa perusahaan.
"Ada PT Arah yang punya insinerator di Polokarto Sukoharjo, PT Putra Restu Ibu Abadi di Mojokerto dan PR Prasadana Pamunah Limbah Industri di Gunung Putri Bogor," jelasnya.
Untuk limbah medis B3 dari lokasi karantina mandiri penanganannya dikerjasamakan dengan pihak ketiga pula. "Biasanya limbah dari warga yang karantina mandiri menjadi tanggung jawab dari Puskesmas," katanya.