Jenewa, Gatra.com - PBB membentuk sebuah tim penyelidikan dan telah turun ke Myanmar untuk meminta keterangan, mengumpulkan dan menyimpan bukti dokumenter atas keterlibatan pemimpin militer memerintahkan terjadinya kejahatan sejak aksi kudeta 1 Februari lalu.
“Sudah lebih dari 180 pengunjuk rasa tewas terbunuh oleh pasukan keamanan yang berusaha meredam gelombang demonstrasi sejak junta merebut kekuasaan di negara Asia Tenggara itu,” kata kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, dikutip Reuters, Rabu (17/3).
"Orang-orang yang paling bertanggung jawab atas kejahatan internasional paling serius, biasanya adalah mereka yang memegang posisi kepemimpinan tinggi," kata kepala tim PBB yang berbasis di Jenewa, Nicholas Koumjian dalam sebuah pernyataan.
“Mereka bukanlah orang yang secara fisik melakukan kejahatan dan bahkan seringkali tidak hadir di lokasi, dimana kejahatan tersebut dilakukan,” tambahnya.
"Untuk membuktikan tanggung jawab mereka itu, membutuhkan bukti laporan yang diterima, perintah yang diberikan, dan bagaimana kebijakan ditetapkan," katanya.
Dikatakan bahwa tim penyelidik akan menghubungi orang-orang yang banyak mengetahui kasus yang terjadi. Mencari informasi melalui alat komunikasi yang aman. Misalnya dari aplikasi seperti Signal atau akun ProtonMail.
Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan telepon untuk diminta tanggapannya.
Pada hari Selasa, kantor hak asasi manusia PBB mengutuk penggunaan peluru tajam terhadap para pengunjuk rasa.
“Mereka benar-benar tidak terkendali dan semakin brutal setiap hari. Ini adalah peningkatan kebrutalan yang diperhitungkan,” kata seorang pejabat senior PBB, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan kepada Reuters pada hari Rabu.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militernya menggulingkan pemerintah terpilih yakni pemenang Nobel perdamaian Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Bahkan menahan bersama sejumlah anggota partainya, sehingga menimbulkan kecaman internasional yang luas.
“Penyelidik PBB sedang mengumpulkan bukti penggunaan kekuatan yang mematikan, penangkapan tidak sah, penyiksaan dan penahanan orang - orang yang keluarganya tidak diberitahu keberadaan mereka,” kata pernyataan itu.
Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 2018 untuk mengkonsolidasikan bukti kejahatan paling serius. Ini bertujuan untuk membangun file kasus yang dipersiapkan nantinya di persidangan pengadilan nasional, regional atau internasional.